Filsafat Ilmu Pendidikan Islam
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Praktik
pendidikan Islam saat ini lebih mengarah pada pola mengajar (teaching atau
ta’lim) daripada mendidik (education, tarbiyah, atau ta’dib).
Mengajar jelas berbeda dengan mendidik. Aktivitas mengajar dibatasi oleh ruang
kelas dan mengandalkan peran guru yang besar. Sementara itu, mendidik tidak
harus dilaksanakan di dalam ruang kelas, dapat pula di aula, auditorium,
laboratorium, bahkan di luar sekolah atau kampus.
Pendidikan merupakan sesuatu yang tidak asing
bagi kita, terlebih lagi kkta sedang berinteraksi aktif di dalamnya. Kita
sepakat bahwa pendidikan diperlukan oleh semua orang. Bahkan dapat dikatakan
bahwa dalam proses menuju kedewasaannya, setiap manusia melalui tahap
pendidikan ini.
Pada masa ini seringkali kita sebagai ummat
Islam terkesima dengan kemajuan peradaban dunia Barat. Tentunya jika sebuah
peradaban suatu bangsa sangat maju, maka dapat dipastikan bahwa pendidikan yang
mereka kembangkan sangatlah maju pula. Padahal sebelum itu, pada abad ke-7 masehi
ummat Islam adalah rujukan pengetahuan bagi bangsa-bangsa di dunia. Namun masa
keemasan tersebut pun harus diakhiri dekan runtuhnya daulah Abbasiyah.
Agama Islam merupakan agama yang sempurna,
agama yang dibawa Nabi Muammad ini diajarkan melalui mukjizat yang berupa teks
al-Qur’an, al-Qur’an merupakan teks rujukan dan pedoman bagi ummatnya dalam
seluruh aspek kehidupan termasuk pendidikan. Di dalam al-Qur’an banyak sekali
ayat-ayat yang tidak menyebutkan makna secara “gamblang” dan jelas,
penjelasan dari ayat tersebut diperoleh melalui penjelasan Hadits Nabi yang
kemudian disebut sebagai teks utama setelah al-Qur’an.
Sebenarnya agama Islam sangat mengutamakan
proses pendidikan, hal tersebut dapat dilihat dari lima ayat yang pertama kali
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dalam surat al-‘Alaq. Banyak juga hadits
yang menjelaskan tetang pentingnya pendidikan bagi manusia. Namun sebagai dua
teks utama, ummat Islam seringkali lupa akan ajaran-ajaran yang dijelasknnya.
B.
Rumusan Masalah
1.
Hakekat Pendidikan Dan Pengajaran Dalam Islam!
2.
Urgensi Pendidikan Dalam Pengembangan Fitrah
Manusia!
3.
Memaknai Pendidikan Islam Proses!
4.
Tipelogi Pendidikan Islam!
BAB II
PEMBAHASAN
Pendidikan bagi kehidupan umat manusia
merupakan kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi sepanjang hayat. Tanpa
pendidikan sama sekali mustahil suatu kelompok manusia dapat hidup berkembang
sejalan dengan aspirasi (cita-cita) untuk maju, sejahtera dan bahagia. Kita
menyepakati bahwa pendidikan merupakan sesuatu yang tidak asing bagi kita,
terlebih lagi karena kita bergerak di bidang pendidikan. Juga pasti kita
sepakat bahwa pendidikan diperlukan oleh semua orang. Bahkan dapat dikatakan
bahwa pendidikan ini dialami oleh semua manusia dari semua golongan. Tetapi
seringkali orang melupakan makna dan hakikat pendidikan itu sendiri, layaknya
hal lain yang sudah menjadi rutinitas, cenderung terlupakan makna dasar dan hakikatnya.
Karena itu benarlah kalau dikatakan bahwa setiap orang yang terlihat dalam
dunia pendidikan sepatutnya selalu merenungkan makna dan hakikat pendidikan,
merefleksikannya di tengah-tengah tindakan atau aksi sebagai refleksinya.
Yang
menjadi acuan pendidikan Islam, haruslah merupakan sumber nilai kebenaran dan
kekuatan yang dapat mengantarkan pada aktifitas yang dicita-citakan. Nilai yang
terkandung harus mencerminkan nilai yang universal yang dapat dikonsumsi untuk
keseluruhan aspek kehidupan manusia, Serf merupakan standar nilai yang dapat
mengevaluasi kegiatan yang selama ini berjalan. Karena pendidikan Islam tidak
hanya bersifat teoritis tetapi juga praktis, maka dasar pendidikan Islam dapat
dilihat dari dua segi, yaitu dasar ideal dan dasar operasional.[1]
1.
Dasar Ideal
Pendidikan Islam
Dasar
Ideal Pendidikan Islam ini identic dengan dasar ajaran Islam sendiri, yaitu
Al-Qur’an dan Hadits, al-Qur’an dan Hadits dijadikan sebagai dasar pemikiran
untuk merancang system pendidikan, bukan hanya dipandang sebagai kebenaran yang
didasarkan pada keyakinan semata, akan tetapi kebenaran itu juga sejalan dengan
kebenaran yang sifatnya historis yang dapat diterima oleh nalar dan bukti
sejarah.
Dalam
Zakiah Darajat dkk. (1992: 19), daar ideal pendidikan Islam sendiri dari
al-Qur’an dan sunnah Nabi Muhammad SAW, yang dapat dikembangkan dengan ijtihad,
al-maslahah al-mursalah, istihsan, qias dan sebaganya. Pendapat Zakiah
Darajat sejalan dengan pendapat al-Said (1996: 37) bahwa dasar pendidikan Islam
adalah al-Qur’an dan Hadits yang dikembangkan dalam bentuk qias syar’I,
ijma’ yang diakui, ijtihad dan
tafsir yang benar dalam bentuk hasil pemikiran yang menyeluruh dan terpadu
tentang jagat raya, masyarakat dan bangsa, pengetahuan kemanusiaan dan akhlak,
dengan merujuk pada al-Qur’an dan Hadits sebagai dasar utama. Sedangkat Said
Ismail Ali berpendapat bahwa dasar ideal pendidikan Islam terdiri dari
al-Qur’an dan sunnah Nabi SAW, kata-kata sahabat, kemaslahatan umat (social),
nilai-nilai dan adat kebiasaan, serta hasil pemikiran para pemikir Islam.
Dalam
hal ini ke enam dasar tersebut merupakan hierarki yang tidak dapat diubah
urutannya, walaupun pada hakikatnya keseluruhan dasar itu telah mengkristal
dalam al-Qur’an dan sunnah. (Muhaimin dkk, 193: 145)
2.
Dasar
Operasional Pendidikan Islam
Pelaksanaan
atau opersional darsuatu system pendidikan Islam suatu Negara,sangat tergantung
pada perundang-undangan. Demikian pula halnya dengan pelaksanaan pendidikan
Islam di Indonesia saat ini juga tidak lepas dari perundang-undangan yang
relevan dan berkaitan langsung dengan pelaksanaan pendidikan Islam di Indonesia
dijadikan sebagai dasar operasional pendidikan Islam. Adapun dasar operasional
pendidikan Islam sebagai berikut:
a.
UUD 1945, Pasal
29 (ayat 1 dan 2)
Ayat 1 yang berbunyi: “Negara
berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa”. Sedangkan ayt 2 berbunyi: “Negara
menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masin-masing dan
beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
Pasal. 29 UUD 1945 ini membrikan
jaminan kepada warga negara Repblik Indonesia untuk memeluk agama, dna
beribadat sesuai dengan agama yang dipeluknya, bahkan mengadakan kegiatan yang
menunjang bagi pelaksanaan ibadat, termasuk di dalamnya melaksanakan pendidikan
dan pengajaran Islam. Dengan katalain, pendidikan Islam yang search dengan
bentuk ibadah yang diizinkannya diizinkan dan dijamin peaksanaannya oleh
Negara.
b.
GBHN
Dalam GBHN Tahun1993 bidang agama
dan kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa No. 2 disebutkan:
“kehidupan
beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa makin dikembangkan
sehingga terbina kualitas keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
kualitas kerukunan antar dan antara umat beragama, dan penganut kepercayaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan usaha meperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa
serta meningkatkan moral untuk bersama-sama membangun masyarakat”.
c.
UU No. 2 Tahun
1989 tentang system pendidikan nasonal
·
Pasal 11 ayat 1
disebutkan:
“jenis
pendidikan yang disebut jalur pendidikan sekolah terdiri atas pendidikan umum,
pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, pendidikan
keagamaan,pendidikan akademik dan pendidikan professional”.
·
Pasal 11 ayat 6
disebutkan:
Pendidikan
keagamaan merupakan pendidikan yang menyiapkan peserta didik untuk dapat
menjalankan peranan yang menuntuk penguasaan pengetahuan khusus tentang ajaran
agama yang bersnagkutan”.
Sedangkan dari Undang-Undang No. 2
Tahun 1989 ini dapat disimpulkan bahwa pendidikan keagamaan bermaksud
mempersiapkan pesrta didik untuk dapat menjalankan peranannya sebagai pemeluk
agama, yang benar-benar memadai. Diantar syarat dan prasyarat agar peserta
didik dapat menjalankan peranannya dengan bak diperlukan pengetahuan Ilmu
Pendidikan Islam. Mengingat ilmuini tidak hanya menekankan kepada segi teoritis
saja, tetapi juga praktis. Ilmu Pendidikan Islam termasuk ilmu praktis maka
peserta didik diharapkan dapat menguasai ilmu tersebut secara penuh (teorits
dan praktis) sehingga ia benar-benar manipu memainkan peranannya dengan tepat
dalam hidup dan kehidupan.
A.
Hakikat
Pendidikan Dan Pengajaran Dalam Islam
Pendidikan,
menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab
I Pasal 1, adalah usaha sadar yang dilakukan untuk menyiapkan peserta didik melalui
kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau latihan agar peserta didik tersebut
berperan dalam kehidupan masa depannya. Pengertian ini, secara implisit
menafikan atau mengingkari/ menampik kehadiran orang dewasa sebagai
satu-satunya orang yang berhak menjadi penyelenggara pendidikan atau menjadi
guru/pendidik sebagaimana yang dikehendaki para ahli yang terkesan masih
berpikiran tradisional itu.
Dalam
perkembangannya istilah pendidikan berarti bimbingan atau pertolongan yang
diberikan dengan sengaja terhadap anak didik oleh orang dewasa agar ia menjadi
dewasa. Dalam perkembangan selanjutnya, pendidikan berarti usaha yang
dijalankan oleh seseorang atau sekelompok orang untuk mempengaruhi agar
mencapai tingkat hidup yang lebih tinggi.
Secara etimoli, pendidikan dalam konteks Islam pada umumnya mengacu pada term al-tarbiah, al-tadib, dan al-ta’lim.
a.
Al-Tarbiyah
Menurut
Al-Raghib al-Anfahany, bahwa pendidikan adalah perbuatan secara sengaja, secara
sadar, terencana dan bersifat gradual serta memiliki pertahapan. Begitu juga
dalam hal proses pendidikan harus dilakukan secara bertahap pula yaitu dengan
memulainya dari hal-hal yang brsifat konkrit ke hal-hal yang bersifat abstrak
dari hal yang mudah ke hal yang sulit. Hal semacam ini menurut Abdul Rahman
al-Nahlawy sesuai dengan tuntutan al-Qur’an dan isyarat-isyaratnya yang harus
ditetpkan dalam pendidikan Islam.[2]
b.
Al-Ta’lim
Kata
yang kedua ini bersumber dari kata ‘allama yang berarti pengajaran yang
bersifat pemberian, atau penyampaian, pengertian, pengetahuan, dan
keterampilan. Menunjukkan atau
mengandung konsekuensi bahwa seorang mu’allim (guru) dalam pendidikan
Islam adalah ilmuan yangmerupaka refleksi dari orang-orang yang punya
kompetensi keahlian dalam bidang ilmu yang diajarkannya, dan mempunyai wawasan
yang luas dalam bidang ilmu lainnya, terutama yang berkaitan dengan keahliana.[3]
c.
Al-Ta’dib
kata “ta’dib” mengandung pengertian
usaha untuk menciptakan situasi dan kondisi sedemikian rupa, sehingga anak
didik terdorong dan tergerak jiwa dan jiwanya untuk berperilaku dan bersifat
sopan santun yang baik sesuai dengan yang diharapkan.[4]
Adapun
secara terminology, para ahli mencoba untuk mendefinisikan terminology
pendidikan dalam perspektif Islam secara khusus pada beberapa visi.[5]
1.
M. Arifin
memandang bahwa pendidikan Islam adalah suatu proses system pendidikan yang
mencakup seluruh aspek kehidupan yang dibutuhkan oleh hamba Allah (anak didik)
dengan berpedoman pada ajaran Islam. Pandangan ini akan memunculkan paradigma
bahwa pendidikan Islam merupakan usaha dari muslim yang bertakwa yang secara
sadar mengarahkan dan membimbing pertumbuhan dan perkembangan fitrah (potensi
dasar) anak didik melalui ajaran Islam kea rah titik maksimal petumbuhan dan
perkembangan.
2.
Burlian Somad,
seperti yang dikutip oleh Djamaluddin, mengatakan bahwa pendidikan Islam
bertujuan membentuk individu menjadi makhluk yang bercorak diri, berderajat
tinggi menurut ukuran Allah. Isi pendidikannya adalah ajaran Allah.
3.
Ahmad D.
Marimba melihat bahwa pendidikan Islam adalah suatu konsep berupa bimbingan
jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju terbentuknya
kepribadian utama menurut ukuran Islam. Dengan demikian, memungkinkan peserta
didik hidup sesuai dengan perkembangan lingkungan di mana ia berada, sebab
pendidikan Islam merupakan aktivitas rutin sehari-hari umat Islam yang
berkesinambungan terus-menerus tanpa henti. Aktivitas ini merupakan aktivitas
kesehatan yang dimulai dari bangun tidur sampai tidur kembali dan dilakukan
oleh semua orang.
M.
Kamal Hasan sebagaimana dikuti Taufiq Abdullah dan Sharon Siddique, memberikan
pengertian bahwa pendidikan Islam adalah suatu proses komperhensif dari
pengembangan kepribadian manusia secara keseluruhan yang meliputi intelektual,
spiritual, emosi, dan fisik. Dengan demikian, seorang muslim disiapkan dengan
baik untuk melaksanakan tugasnya sebagai hamba dan wakil Tuhan di muka bumi.
Pendidikan
memiliki fungsi yang sangat signifikan bagi manusia dalam menjalankan tugas
kehambaannya. Makna terpenting pendidikan bagi manusia dalam menegakkan fungsi
kehambaan ini adalah bahwa pendidikan harus mampu memberikan pengetahuan dan
keterampilan yang dibutuhkan oleh manusia untuk melaksanakan fungsi kehambaan
dan kekhalifahannya dengan sempurna. Pendidikanlah yang mampu memberikan
manusia makna kehidupan. Tinggi rendahnya kualitas pendidikan yang dimiliki
manusia, akan berpengaruh signifikan dalam melaksanakan tugas kehambaannya.[6]
Fungsi
pendidikan yang paling substansial bagi manusia adalah mewujudkan manusia
menjadi pribadi-pribadi yang bermakna. Yakni pribadi yang memiliki potensi dan
mampu mengembangkan potensi dirinya untuk menangkap dan memberi makna
kehidupan.
B.
Urgensi
Pendidikan Dalam Pengembangan Fitrah Manusia
Manusia
adalah ahmba Allah SWT yang dianugerahkan potensi psikis berupa akal, kemauan
dan perasaan agar ia mampu beraktivitas dan berimajinasi dalam kehidupannya
dengan berlandaskan pada iman dan moralitas yang tinggi sangat berguna bagi
kemanusiaan manusia. Kondisi fitrah manusia sedemikian tidak dapat hidup subur
dan terarah dengan baik jika tidak dipelihara dan dikembangkan oleh manusia itu
sendiri melalui penyiapan berbagai perangkat pendukung lahirnya prilaku moral
potensial itu menjadi moral potensial actual.
Pendidikan
dalam hal ini dapat dilihat sebagai pengupayaan manusia sejatinya, disengaja,
terarah, dan tertata sedemikian rupa menuju pembentukan manusia-manusia yang
ideal bagi kehidupannya. Atau dengan kata lain, pendidikan tidak lain adalah
segala pengupayaan yang dilakukan secara sadar dan terarah untuk menjadikan
manusia sebagai manusia yang baik dan ideal. Dengan demikian, dapat dikatakan
bahwa pendidikan merupakan penyediaan kondisi yang baik untuk menjadikan perilaku-perilaku
potensial yang dianugerahkan kepada manusia tidak lagi sebatas kecenderungan
manusiawi saja, tetapi benar-benar actual dan realita kehidupannya. Jika
demikian, pendidikan adalah suatu keharusan dalam memanusiakan manusia.
Pendidikan
memiliki fungsi yang sangat menentukan bagi manusia dalam melaksanakan
tugas-tugas kehambaannya. Makna terpenting pendidikan bagi manusia dalam
menegakkan fungsi kehambaan ini adalh bahwa pendidikan harus mampu memberikan
pengetahuan dan keterapilanyang dibutuhkan oleh manusia untuk melaksanakan
fungsi kehambaan dan kekhalifahannya dengan sempurna. Pendidikanlah yang mampu
memberikan manusia makna kehidupan. Tinggi rendahnya kualitas pendidika yang
dimiliki oleh manusia, akan berpengaruh signifikan dalam melaksanakan tugas
kehambaan dan kekhalifahannya. Pendidikan yang dimaksud bukan hanya pendidikan
dalam maknanya yang formal, akan tetapi pendidikan dalam arti yang
seluas-luasnya.[7]
Indicator
manusia terdidik menurut al-Qur’an diukur pada kualitas iman dan imu,
sebagaimana difirmankan oleh Allah SWT, dalam surah al-Mujadalah yang artinya “Allah
akan meninggikan orang-orang yang beriman dan berilmu pengetahuan di antar kam
beberapa derajat”. Kualitas dan ilmu manusia diukur pada pencapaian amal
shalehnya, sedangkan pencapaian amal shaleh itu sendiri akan tampak pada
kualitas kebermaknaan eksistensi manusia dalam hubungannya dengan alam semesta.
Manusia terbaik dalam beramal shaleh adalam manusia yang paling bermanfaat bagi
manusia dan makluk lain di alam semesta ini.[8]
Fungsi
pedidikan paling substansial bagi manusia adalah mewujudkan manusia menjadi
pribadi-pribadi yang bermakna, yakni pribadi yang memiliki potensi dan mampu
mengembangkan potensinya untuk menangkap dan memberi makna kehidupan. Wujud
nyata pribadi bermakna adalah pribadi yan oleh al-Qur’an disebut ulul albab.
Pribadi tersebut adalah pribadi yang selalu berupaya “becoming”, taffakur
dan tadzakkur.
C.
Tipologi
Pendidikan Islam
Tipologi adalah ilmu yang
mempelajari tentang pengelompokan berdasarkan tipe atau jenis secara lebih
spesifik. Pendidikan Islam adalah usaha mengubah tingkah laku individu dalam
kehidupan pribadinya atau kemasyarakatannya dan dalam alam sekitarnya melalui
proses pendidikan yang dilandasi dengan nilai-nilai Islam. Pemikiran pendidikan
Islam adalah serangkaian proses kerja akal dan kalbu yang dilakukan secara
bersungguh-sungguh dalam melihat berbagai persoalan yang ada dalam pendidikan
Islam dan berupaya untuk membangun sebuah paradigma pendidikan yang mampu
menjadi wahana bagi pembinaan dan pengembangan peserta didik secara paripurna.
pemikiran pendidikan Islam memiliki empat tujuan, salah satunya yaitu membantu
menemukan masalah-masalah pendidikan dan sekaligus memberikan cara untuk
mengatasinya berdasarkan cara kerja yang sistematik, radikal, universal,
mendalam, spekulatif dan rasional. Tipologi pemikiran pendidikan Islam sangat
beragam dan memiliki pandangan masing-masing terhadap pelaksanaan serta proses
pendidikan. Dalam makalah ini mengarah pada tipologi filsafat pendidikan Islam.
Yakni:[9]
1.
Tipologi
Perenial Esensial Salafi
Tipe
perennialesensialis salafi lebih menonjolkan wawasan kependidikan Islam era
salafi, sehingga pendidikan Islam berfungsi sebagai upaya melestarikan dan
mempertahankan nilai-nilai (Ilahiyah dan insaniah), kebiasaan dan tradisi
masyarakat salaf (era kenabian dan sahabat), karena mereka dipandang sebagai
masyarakat yang ideal. Selain itu juga mengembangkan potensi dan interaksi
dengan nilai dan budaya masyarakat di era salaf.
2.
Tipologi
Perenial Esensial Mazhabi
Yakni
tipologi yang lebih menonjolkan wawasan kependidikan Islam yang tradisional
dankecendrungan untuk mengikuti aliran, pemahaman atau doktrin, serta pola-pola
pemikiran sebelumnya yang dianggap sudah relatif mapan. Tipologi ini memiliki
fungsi dalam melestarikan dan mempertahankan nilai dan budaya serta tradisi
dari satu generasi ke generasi berikutnya pengembangan potensi dan interaksinya
dengan nilai dan budaya masyarakat terdahulu.
3.
Tipologi
Modernis
Tipe
ini lebih menonjolkan wawasan kependidikan Islam yang bebas, modifikatif,
progresif dan dinamis dalam menghadapi dan merespon tuntutan dan kebutuhan dari
lingkungannya, sehingga pendidikan Islam berfungsi sebagai upaya melakukan
rekontruksi pengalaman yang terus menerus, agar dapat berbuat sesuatau yang intelligentdan
mampu mengadakan penyesuaian dan penyesuaian kembali sesuai dengan tuntutan dan
kebutuhan dari lingkungan pada masa sekarang. Hanya saja tipologi ini lebih
menonjolkan kepentingan individual, kompetitif, dan kurang menonjolkan aspek tanggungjawab
kemasyarakatan.
4.
Tipologi
Perenial Esensial Kontekstual Falsifikatif
Tipe
ini mengambil jalan tengah antara kembali ke masa lalu dengan jalan melakukan
kontekstualisasi serta uji klasifikasi dan mengembangkan wawasan-wawasan
kependidikan Islam masa sekarang selaras dengan tuntutan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta perubahan sosial yang ada. Tipologi ini lebih
menonjolkan wawasan kependidikan Islam masa sekarang atau kekinian, dan kurang
menonjolkan sikap proaktif dan antisipatif terhadap berbagai
persoalan yang akan muncul di masa mendatang.
5.
Tipologi
Rekontruski Sosia
Tipe
ini lebih menonjolkan sifat proaktif dan antisifatif, sehingga tugas pendidikan
adalah membantu agar manusia menjadi cakap dan selanjutnya mampu ikut
bertanggung jawab terhadap perkembangan masyarakatnya. Dalam hal ini, tipologi
rekonstruksi sosial cukup menarik untuk dikembangkan dalam konteks pendidikan
Islam di Indonesia. Sehingga perlu dikembangkan pada arah yangberlandaskan
tauhid. Bahkan berfungsi dalam menumbuhkan kreativitas peserta didik secara
berkelanjutan serta memperkaya khazanah budaya manusia, memperkaya isi
nilai-nilai insani dan ilahi.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dalam
konteks ajaran Islam hakikat pendidikan adalah mengembalikan nilai-nilai
Ilahiyah pada manusia (fitrah) dengan bimbingan Al-Quran dan as-Sunnah (Hadits)
sehingga menjadi manusia berakhlakul karimah (insan kamil). Pendidikan sering
diterjemahkan dalam tiga istilah yaitu kata tarbiyah untuk menggantikan kata pendidikan dalam
bahasa Indonesia. Selain kata tarbiyah
terdapat pula kata ta’lim (pengajaran) dan ta’dib yang ada
hubungannya dengan kata adab yang berarti sopan santun.
pendidikan
adalah pengembangan potensi atau kemampuan manusia secara menyeluruh yang
pelaksanaannya dilakukan dengan cara mengajarkan pelbagai pengetahuan dan
kecakapan yang dibutuhkan oleh manusia itu sendiri. Maka pengajaran dipahami
sebagai proses perbuatan, cara mengajar atau mengajarkan. Mengajar di sini
bukan hanya memindahkan pengetahuan dengan hafalan. Mengajar tidak direduksi
menjadi mengajar saja, tetapi mengajar menjadi efektif jika peserta didik belajar untuk belajar (learn to learn).
Pendidikan merupakan konsep idealnya, sementara itu pengajaran merupakan konsep
operasional pendidikan itu sendiri dalam rangka pengembangan potensi atau
kemampuan manusia dengan melakukan kegiatan mendidik, melatih atau mengajar.
Dan berfungsi sebagai alat pencetak sumber daya manusia (SDM) dan sama-sama
bertujuan menciptakan SDM yang berkualitas.
DAFTAR PUSTAKA
Arifuddin Arif, Pengantar Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta:
Kultura, 2008)
Ismail Thoib, Filsafat Pendidikan Islam, MembangunInsan Muslim
Berkarakter (Mataram: Leppim, 2013)
Lubna, Mengurai Ilmu Pendidikan Islam (Mataram: LKIM
Mataram, 2009)
Matrapi, “Tipologi Pemikiran Pendidikan Islam, Membangun Paradigma
Pendidikan Sebagai Wahana dan Pengembangan Peserta Didik”, Islamuna Jurnal
Studi Islam, Vol. 5, Nomor 1 (Juni 2018)
Ramayulis, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Kalam Mulia,
2015)
Sri Minarti, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: AMZAH, 2013)
[1] Lubna, Mengurai
Ilmu Pendidikan Islam (Mataram: LKIM Mataram, 2009) h. 24-29
[2] Ramayulis, Filsafat
Pendidikan Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 2015) h. 112
[3] Ibid, h.
116
[4] Arifuddin
Arif, Pengantar Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kultura, 2008) h. 32
[5] Sri Minarti, Ilmu
Pendidikan Islam (Jakarta: AMZAH, 2013) h. 31-32
[6] Ismail Thoib, Filsafat
Pendidikan Islam (Mataram: LEPPIM, 2012) h. 13-14
[7] Ismail Thoib, Filsafat
Pendidikan Islam, MembangunInsan Muslim Berkarakter (Mataram: Leppim, 2013)
h. 13
[8] Ibid, h. 14
[9] Matrapi, “Tipologi
Pemikiran Pendidikan Islam, Membangun Paradigma Pendidikan Sebagai Wahana dan
Pengembangan Peserta Didik”, Islamuna Jurnal Studi Islam, Vol. 5, Nomor
1 (Juni 2018): h. 13-14
Komentar
Posting Komentar