aspek spiritualitas terkait dengan tasawuf



PEMBAHASAN
ASPEK SPIRITUALITAS DALAM ISLAM
TAREKAT DALAM TASAWUF
Benih-benih tasawuf sudah ada sejak dalam kehidupan Nabi SAW. Hal ini dapat dilihat dalam sirah kehidupan Nabi, peristiwa dalam hidup, ibadah dan pribadi Nabi Muhammad SAW. Sebelum diangkat menjadi Rasul, berhari-hari beliau berkhalawat di gua Hira terutama pada bulam Ramadhan. Disana Nabi banyak berdzikir bertafakkur dalam rangka mendekatkan  diri kepada Allah SWT. Pengasingan diri Nabi di gua Hira inilah yang menjadi acuan utama para sufi dalam melakukan khalwat. Sumber lain yang diacu oleh para sufi adalah kehidupan para sahabat Nabi yang berkaitan dengan keteduhan iman, ketaqwaan, kezuhudan dan budi pekerti luhur.
Setelah tempoh sahabat berlalu, lahirlah zaman tabiin (sekitar abad ke I dank e II H). Pada masa tabiin inilah kondisi sosial-politik sudah mulai berubah darimasa sebelumnya. Konflik-konflik sosial politik yang bermula dari masa Usman bin Affan berkepanjangan sampai masa-masa sesudahnya. Konflik politik tersebut memberikan dampak terhadap kehidupan beragama, yakni munculnya kelompok-kelompok Bani Umayyah, Syia’ah, Khawarij, dan Murji’ah.
Pada masa kekuasaan Bani Umayyah, kehidupan politik berubah total. Dengan sistem pemerintahan monarki, khalifah – khalifah BaniUmayyah secara bebas berbuat kezaliman – kezaliman, terutama terhadap kelompok Syiah, yakni kelompok lawan politiknya yang paling gencar menentangnya.Puncak kekejaman mereka terlihat jelas pada peristiwa terbunuhnya Husein bin Alibin Abi Thalib di Karbala. Kasus pembunuhan itu ternyata mempunyai pengaruh yang besar dalam masyarakat Islam ketika itu. Kekejaman Bani Umayyah yang tak henti – hentinya itu membuat sekelompok penduduk Kufah merasa menyesal karena mereka telah mengkhianati Husein dan memberikan dukungan kepada pihak yang melawan Husein. Mereka menyebut kelompoknya itu dengan Tawwabun (kaum Tawabin). Untuk membersihkan diri dari apa yang telah dilakukan, mereka mengisi kehidupan sepenuhnya dengan beribadah. Gerakan kaumTawabin itu dipimpin oleh Mukhtar bin Ubaid as-Saqafi yang terbunuh di Kufah pada tahun 68 H[1].
A.    Pengertian Tarekat
Tarekat berasal dari bahasa Arab Thariqah, jamaknya thariq, secara etimologi berarti (1) jalan, cara (al-kaifiyyah), (2) metode, system (al-uslub), (3) madzhab, aliran, haluan (al-madzahb), (4) keadaan (al-halah), (5) pohon korma yang tinggi (an-nakhlah ath-thawilah), (6) tiang tempat berteduh, tongkat paying (‘amud al-mizallah), (7) yang mulia, terkemuka dari kaum (syarif al-kaum), dan (8) goresan atau garis pada sesuatu (al-khathth fi asy-syay). Tarekat adalah jalan yang ditempuh para sufi dan dapat digambarkan sebagai jalan yang berpangkal dari syaria’at, sebab jalan utama disebut syara’, sedangkan anak jalan disebut thariq. Kata turunan ini menunjukkan bahwa menurut anggapan para sufi pendidikan mistik merupakan cabang dari jalan utama yang terdiri dari hukum ilahi, tempat berpijak bagi setiap muslim. Tak mungkin ada anak jalan tanpa ada jalan utama tempat berpangkal. Pengalaman mistik tak mungkin didapat bila perintah syariat yang mengikat itu tidak ditaati lebih dahulu dengan seksama.[2]
Dalam perkembangan selanjutnya kata Thariqah menarik perhatian  kaum sufi dan mereka menjadikannya sebagai istilah khusus yang mempunyai arti tertentu. Menurut Massignon sebagaimana dikutif oleh Aboe Bakar Atjeh Thariqah dikalangan sufi mempunyai dua pengertian. Pertama, cara pendidikan akhlak dan jiwa bagi mereka yang berminat menempuh hidup sufi. Ari seperti ini dipergunakan oleh kaum sufi pada abad ke-9 dan ke-10 M. Kedua, thariqah berarti suatu gerakan yang lengkap untuk memberikan latihan-latihan rohani dan jasmani dalam segolongan orang Islam menurut ajaran dan keyakinan tertentu.[3]
Sedangkan menurut Harun Nasution, tarekat berasal dari kata thariqah, yaitu jalan yang harus ditempuh oleh seorang calon sufi dalam tujuannya berada sedekat mungkin dengan Allah. Thariqah kemudian mengandung arti organisasi (tarekat). Tiap tarekat mempunyai syekh, upacar ritual, dan bentuk zikir sendiri.[4]
Secara lebih lengkap, yakni tarekat yang pada mulanya berarrti jalan yang harus ditempuh seorang sufi untuk memperoleh ma’rifat dalam usahanya mendekatkan  diri kepada Tuhan, kemudian berkembang menjadi suatu organisasi kekeluargaan pengikut sufi yang se-aliran dan mempunyai cara-cara tertentu dalam latihan pengalaman agama dibawah pengawan seorang mursyid. Mereka berkumpul dalam satu tempat yang disebut ribath ataua zawiyah yang berfungsi sebgai pusat pengajaran mencapai ilmu ma’rifat. Proses pengajaran berjalan dengan satu cara yang diatur oleh syaikh. Perkkumpulan ini diberi nama yang dinisbahkan kepada pendirinya.[5]
B.    Sejarah dan Perkembangan Tarekat
Pertumbuhan dan perkembangan tarekat tidak pernah bisa lepas dari keberadaannya tasawuf. Sebab terekat tak kan pernah ada jikalau tasawuf tidak ada. Antara tasawuf dengan tarekat dapat diibaratkan seperti roda belakang kendanraan, roda depan kendaraan tak akan pernah bisa berjalan tanpa dibantu dan di dorong oleh roda belakang.
Pada dasarnya tarekat merupakan pengamalan tasawuf yang bersifat individual dalam rangka mendekatkan diri kepada tuhan dengan sedekat-dekatnya yang pada akhirnya mengalami peralihan menjadi suatu komunitas peribadatan pendekatan diri kepada tuhan dengan tuntunan seorang pemimpin yang disebut mursyid. Seorang mursyid merupakan orang yang sudah merasakan kehadiran tuhan dalam dirinya dan melimpahkan perasaanya (pengalamannya) kepada orang lain (murid-muridnya). Ia tidak saja berperan sebagai pemimpin dan penuntun murid-muridnya (anggota tarekat) dalam bidang kerohanian, tetapi juga penghubung dalam ibadat antara murid dan tuhan. Karenanya terdapat sejumlah kriteria yang harus dimilikinya. Di antaranya yang paling penting adalah pertama, alim dan ahli dalam memberikan tuntunan-tuntunan ilmu fiqih, ‘aqaid an tauhid, kedua mengenal atau arif dengan segala sifat-sifat kesempurnaan hati, dan ketiga, segala perbuatan dan ucapannya bersih dari pengaruh nafsu.[6]
Hal ini sesuai dengan pendapat Simuh sebagaimna dikutip oleh Mukhlis bahwa keberadaan tasawuf sebagai faktor pendukung terbentuknya tarekat berkaitan dengan munculnya orang-orang sufi yang menjadi mursyid pada masa emberio pertumbuhannya. Karena penyebaran ajaran tasawuf (ketarekatan) secara masal dimulai dengan adanya para mursyid yang berhasil menyusun teknik-teknik zikir dan ritual lainnya untuk membimbing murid-muridnya, sedangkan lahirnya orang-orang suci tidak terlepas dari pengamalan dan pengalaman ketasawufan.[7]
Tangggal kelahiran tarekat tersebut sangat sulit dilacak dalam sejarah perkembangannya. Namun dapat diprediksikan bahwa tarekat sudah muncul dalam perkembangan tasawuf pada abad III dan IV., misalnya adalah tarekat al-Saqatariyah, al-tayfuriyyah, al-Hanraziyyah, al-Nuriyyah dan al-Malalmatiyyah. Adapun aliran seprti Qadariyyah, Suharwardiyah, dan rifa’iyyah baru diketahyi kelahirannya pada abad III H. Semisal proses kelahiran tarekat pada awalnya, tarekat-tarekat yang disebutkan terakhir ini adalah juga terbentuk oleh kelompok murid-murid sufi besar.
Sejalan dengan ini pula menurut Harun Nasution sebagaimana dikutip oleh Prof.Dr.M.Solihin,M.Ag dan Prof.Dr.Rasihon Anwar,M.Ag menyatakan bahwa setelah Al-Ghazali menghalalkan tasawuf yang sebelumnya dikatakan sesat, tasawuf berkembang didunia Islam, tetapi perkembangannya melalui tarekat. Tarekat adalah organisasi dari pengikut sufi-sufi besar. Mereka mendirikan organisasi-organisasi untuk melestarikan ajaran-ajaran tasawuf gurunya. Maka, tibullah tarekat. Tarekat ini memakai suatu tempat pusat kegiatan yang disebut ribat (disebut zawiyah, hangkah, atau pekir). Ini merupakan tempat murid-murid berkumpul melestarikan ajaran tasawufnya, ajaran tasawuf walinya, dan ajaran tasawuf syekhnya.[8]
Pada masa pertengahan abad III H., ajaran-ajaran tasawuf sudah mulai diajarkan secara umum di Baghdad dan menarik luar biasa dari orang-orang awam. Sebagaimana dikutip oleh Simuh dari kitab al-Tashawwuf fi asy-Syi’ri al-Arabi, karya ‘Abd al-Hakim Hasan dan buku Readings From the Myistics of Islam tulisan Margaret Smith, bahwa Junaid al-Bgahdadi (w.297 H/ 910 M.) merupakan salah seorang tokoh yang menetapkan kaedah-kaedah paham tasawuf dan menyusun aturan-aturan bagi murid-muridnya yang beerjumlah lebih kurang sepuluh orang.[9]
Walapun pada saat itu sudah terdapat mursyid seperti yang diperankan al-Junaid al-Baghdadi, murid serta kaedah dan peraturan yang diterapkannya sangat sulit untuk mengatakan bahwa tarekat telah muncul pada abad III H/9 M. karena belum pernah dijumpai penyebutan sebuah tarekat dengan nama tarekat Junaid sedangkan salah satu cirri dari pada tarekat berupa nama yang diambil dari nama pendirinya, seprti tarekat Qadariyah yang dibina Syaikh Abd Qadir al-Jalani. Dengan demikian keberadaan Junaid cenderung hanya sebagai perintis atau peletak sisitem ketarekatan. Dengan langkah-langkah yang dilakukan Junaid, para pemuka tasawuf lainnya dan murid-murid mereka, maka bermunculah sejumlah tarekat, terutama sekali di daerah Mesopotamia (Irak) yang bertalian dengan Junaid al-Baghdadi dan daerah Khurasan (Iran) yang bertalian dengan Abu Yzid al-Bustami.[10]
C.    Pengaruh Tarekat Di Dunia Islam
Dalam perkembangannya, tarekat-tarekat itu bukan hanya memusatkan perhatian kepada tasawuf ajaran-ajaran gurunya, tetapi juga mengikuti kegiatan politik. Umpamanya tarekat Tijaniyah yang di kenal dengan gerakan politik yang menentang penjajahan Perancis di Afrika Utara, Sanusiyah menentang penjajahan Itali di Libia. Ahmadiyah menentang orang-orang salib yang datang ke Mesir. Jadi, sungguhpun mereka memusatkan perhatian kepada akhirat, kalau sudah ada pola dunianya, mereka ikut bergrak menyelamatkan umat Islam dari bahaya yang mengancamnya.
Tarekat memengaruhi dunia Islam mulai dari abad ke-13. Kedudukan tarekat saat itu sama dengan parpol (partai politik). Bahkan tentara juga menjadi anggota tarekat. Penyokong tarekat Bektashi, umpamanya, adalah tentara Turki. Oleh karena itu ketika tarekat dibubarkan oleh Sultan Mahmud II, tentara Turki yang disebut jenissari menentangnya. Jadi, tarekat tidak hanya bergerak dalam persoalan agama, tapi juga bergerak dalam persoalan dunia yang mereka pikirkan.
Trekat-tarekat keagamaan meluaskan pengaruh dan organisasinya ke seluruh pelosok negeri; menguasai masyarakat melalui suatu jenjang yang terancang dengan baik; dan memberikan otonmi kedaerahan seluas-luasnya. Setiap desa atau kelompok desa ada wali lokalnya yang didukung dan dimuliakan sepanjang hidupnya, bahkan dipuja dan diagaung-agungkan setelah kematiannya.
Akan tetapi, pada saat-saat itu telah terjadi penyelewengan di dalam terkat-tarekat. Penyelewngan ini antara lain terjadi dalam paham wasilah, yakni paham yang menjelaskan bahwa permohonan seseorang tidak dapat dialamtkan langsung kepada Allah, tetapi harus melalui guru, guru ke gurunya, demikian terus sampai kepada syaikh, baru bisa bertemu dengan Allah atau berhubungan dengan Allah. Inilah yang ditentang oleh Muhammad Abd Al-Wahhab di Arabia karena paham ini sudah membawa kepada paham syirik, yang dijumpai pada zaman jahiliyah karean Mannata, Lata dan Uza itu adalah perantara orang Jahiliyah dengan Tuhan yang dibasmi oleh Nabi Muhammad SAW. Itu sebabnya Wahabiyah menentang keras paham ini sampai mengahancurkan kuburan-kuburan sahabat yang berada di Madinah. Bahkan mereka juga menghancurkan kuburan Nabi, tetapi mendapat tantangan dari dunia Islam.[11]
D.   Macam-macam Tarekat
Tarekat Maulawiyah
Pengembangan pengamalan dan penerapan ajaran tasawuf adalah munculnya ikatan ikatan ketarekatan yang dalam istilah bahasa inggris di sebut “sufi orders” dengan munculnya ikatan-ikatan ketarekatan ini terjadi perubahan besar  dalam pengamalan tasawuf. Tasawuf yang sejak awalnya merupakan gerakan individual dan hanya bias di nikmati oleh kalangan elit kerohanian berubah menjadi gerakan missal dari kaum muslimin. Atau yang semula  perenungan dan aktivitas secara mandiri  dan bebas berubah menjadi ikatan yang yang ketat antara murid dan guru. Al-hasil , antara abad IX-XI M, kita banyak menjumpai. Dan kecendrungan yang Nampak dalam aliran-aliran tarekat ini beragam, seringkali satu aliran memperkuat aliran yang lain atau kadang-kadang sebaliknya. Namun , ada kesamaan bahwa hampir seluruh aliran tarekat memelihara rantai tranmisi “ilmu”  dari satu guru ke guru berikutnya. Dan nama setiap ketarekatan  selalu dihubungkan dengan nama guru pencipta ajaran tersebut, seperti tekhnik zikir ciptaan syekh abdul qadir al-jailani, dinamakn tariqat qadiriyah, juga tarekat yang menganut ajaran Jaulana jalaluddin al-Rumi dinamakan tarekat Maulawiyah, dan demikian seterusnya bagi tarekat-tarekat yang lain.
Tarekat-tarekat tersebut, Nampak jelas sebagai intusionalisasi dari ajaran tasawuf yang di kembangkan dalam ajaran praktis-sufistik kepada murid-murid tarkat dalam bentuk zikir. Tetapi lain dengan tarekat Maulawiyah, ini termasuk dalam kategori khusus , sebab para pengikut Maulawi ini menggunakan puisi, music, dan tarian untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah.
A.Asal-usul Tarekat Maulawiyah
            Maulawiyah merupakan ajaran tarekat yang muncul Anatoli ( asia kecil), Turki pada abad ke XIII dan berpusat di Konya ( Turki) Oleh penulis barat disebut ordo para darwis yamg menari atau berputar. Nama Maulawiyah di nisbahkan kepada Maulana Jalaluddin al-Rumi. Ia di lahirkan di Balkh kawasan Persia pada tgl 30 September 1207 M / 6 Rabiulawal 604 H. dan wafat pada tanggal 17 Desember 1273 M/672 H. Maulana merupakan gelar kehormatan seorang sufi penyair. Ayahnya bernama Bahaudin Walad Muhammad bin Husin (W. Konya, Asia Kecil, 628 H/1230 M)
             Jalaluddin al-Rumi mulai tertarik pada tasawuf melalui pengaruh Burhanuddin Muhaqqiq at-Turmuzi (w.1420), bekas murid ayahnya di Balkh yang dating ke konya. Dari Burhanuddin ia belajar rahasia pemikiran tsawuf seara mendalam dalam mencapai persatuan dengan Tuhan. Sepeninggal Burhanuddin, Jalaluddin al-Rumi menggantikannya sebagai Syekh.
Selama bertahun-tahun Rumi menikmati popularitasnya yang tinggi dan menempati posisi yang sangat dihormati.tetapi pada tahun 1244, Jalaluddin al-Rumi berkenalan dengan seorang darwis (Syamsuddin at-Tabrizi), yang kemudian menjadi guru tasawufnya yang amat dicntainya . suatu ketika ,at-Tabrizi bertanya kepada al-Rumi: “apakah yang engkau pelajari sekarang?” Aku mengajarkan ilmu syariat, kata al-Rumi. “ Apakah tidak lebih baik anda mengajarkan tentang orang yang memiliki syari’at itu “, al- Tabrizi menyusul. Jalaluddin al-Rumi berubah total,dari pencinta music, sastra, seni , dan ilmu menjadi cinta kepada Tuhan. Lebih-lebih setelah ia berkhalawat dengan syamsuddin al-Tabrizi dalam satu kamar selama 40 hari,tampa dimasuki oleh seorang pun.[12]
B. Pokok pikiran tarekat Maulawiyah
             Ajaran-ajaran al Rumi ini, pada dasarnya dapat dirangkum dalam tiga metafisik, yaitu, Tuhan, Alam dan Manusia.
·        Ajaran Maulana Rumi tentang tuhan
Pada gilirannya telah dikembangkan dari pernyataan al-qur’an yang menyatakan sendiri bahwa tuhan adalah “yang awal dan yang akhir” tuhan “yang awal” bagi Rumi, berarti bahwa ia adalah sumber yang darinya segala sesuatu berasal.semua manusia yangtinggal di bumu ini dari tuhan , walaupun kini ia telah melakukan perjalanan atau pengembaraannya yang jauh. Begitu jauh mereka mengembara , sehingga banyak diantara mereka yang melupakan tuhannya.
Beralih kepada tuhan sebagai “yang akhir” ini diartikan sebagai tempat kembalinya segala yang ada di dunia ini
Tuhan sebagai “yang lahir”, bagi rumi dunia ini lahir adalah sebagai phenomena, yang di dalamnya menyimpan realitas yang sejati. Dengan demikian dunia lahir adalah sebagai petunjuk bagi yang batin.
Dengan demikian, tuhan” yang batin “ adalah realitas yang lebih mendasar.
·        Konsep Rumi tentang Alam semesta

Bahwa motif penciptaan Alam oleh tuhan adalah cinta. Cintalah yang telah mendorong  tuhan menciptakan alam, sehingga cinta tuhan merembas sebagai nafas rahmani  kepada seluruh partikel alam, dan menghidupkannya sehingga berbalik mencintai sang penciptanya.

·        Konsep Rumi tentang Manusia

Manusia memiliki posisi yang sangat istimewa baik kaitannya dengan alam maupun dengan tuhan. Dengan kaitannya denga alam, rumi memandang bahwa manusia adalah tujuan penciptaan alam yakni sebagai tempat beribadah bagi manusia. Dan dalam kaitannya dengan tuhan, manusia menempati posisi yang tinggi sebagai wakil-Nya di muka bumi. Ajaran jalaluddin lainnya yang sangat menarik, tentang manusia adalah kebebasan memilih bagi manusia . kebebasan memilih ini sangat penting bagi perkembangan diri manusia.[13]

C. Ajaran dan Zikir Tarikat Maulawiyah
Sejumlah orang suci dan guru-guru sufi telah memformulasikan doa-doa,hafalan, dan nyanyian. Dan permohonan tertentu yang dapat membantu pencari menuju penyucian dan peningkatan kualitas dirinya.melalui perkumpulan dan lingkar zikir di adakan untuk membantu seorang dengan melepaskan fikiran dan perhatiannya dari relasi urusan dunia.untuk melepaskan fikiran ini , ada satu cara atau beberapa cara sesuai dengan kemauan tarekat masing-masing. Yang jelas bagaiman dapat berkonsentrasi penuh kepada suara-suara tertentu yang dibunyikan atau diucapkan secara berulang-ulang.
Menurut kaum sufi pencarian kebeneran dengan kebatinan yang intensif dan perhubungan dengan tuhan melalui tingkat yang sungguh-sungguh dapat mencapai melihat “rukyah atau masyahadah”pada tingkat ini jiwa menyerahkan semuanya kepada tuhan, untuk mencapai hal tersebut beberapa guru sufi telah menemukan bahwa pelaksanaan “hadrah” metode yang bermamfaat untuk  memungkinkan “pembuka hati” istilah arab “sidrah” biasanya di difinisikan sebagai tarian sufi, dalam kontes ini, tapi bias juga berarti kehadiran, sebagaiman ketika orang yang melakukan hadarah memang meningkatkan kesadarannya akan kehadiran Allah.
               Pelaksanaan hadrah, biasanya meliputi pembacaan sifat Allah yang maha hidup, dapat dilakukan dengan berdiri, menyanyi, dan menari dalam kelompok. Dalam kelompok-kelompok itu, ada yang berdiri dalam lingkaran, ada yang berdiri dalam barisan atau lingkaran. Sejumlah sufi telah mengambil peraktek-peraktek dari Asia dan Afrika, dan menemukan bermacam-macam cara dalam mempergunakan peraktek-peraktek itu untuk keperluan khusus mereka. Khususnya tarekat Maulawiyah, yang di Barat di kenal sebagai Drawisy yang menari berputar-putar, dengan menyertakan zikir,sekaligus dengan music,beberapa gerakan tari-tari  tradisional setempat. Para darwis , berjumlah Sembilan sampai tia belas orang , duduk di atas kulit domba di lantai dengan jarak yang sama. Dengan demikian, setengah jam kemudian, tangan dilifat, mata di tutup, kepala di tundukkan dan mereka pun tenggelam dalam meditasi. Syaikh duduk di atas sehelai permadani kecil dan memecahkan kesunyian dengan melantunkan sebuah pujian kepada Allah. Kemudian dia mengajak majelis untuk bersana-sama membaca surat Al-fatihah.
               Sesudah itu, semuanya bersama-sama dengan syaikh membaca surat al-Fatihah dan menyampaikan sholawat kepada Nabi Muhammad. Setelah selesai, para  Darwis, yang berdiri berbaris di sebelah kiri syaikh, perlahan menghampirinya dengan tangan berdekap dan kepala tertunduk.( cara ini sama persis dengan cara yang di lakukan pada masa kini ).beberapa darwis berpegangan satu sama lain dengan kaki tangan berada di depana . lalu mereka melepaskan tangan , membuka surban membentuk lingkaran kedua di dalam lingkaran pertama, saling menjalinkan tangan , menyentuh bahu satu sama lain , mengeraskan suara , dan tak henti-hentinya berseru :” Ya Allah ! Ya Hu !” mereka berhenti sesudah kelelahan. Dan seterusnya.
               Kemudian pelaksanaan akhir tarian darwis adalah ketika pemusatan batin dan perasaan yang mendalam  tetap tertinggal dan menguat , sebagaimana sebuah putaran yang mengalir cepat dalam kecepatan puncak. Dalam pergerakan itu perhatian harus di arahkan ke dalah “hati”, dan sejalan dengan itu , kepada Allah. Jika perhatian di arahkan ke luar, seseorang akan segera menjadi pusing. Gerakan ini dapat membawa kepada keadaan ekstase, jika dilakukan di bawah arahan dan bimbingan yang tepat dari seorang syekh.
               Dari uraian di atas ini tentunya tidak dapat secara langsung mengungkapkan lika-liku tarian tersebut, namun bermamfaat dalam memaparkan gambaran esensial yang memiliki kesamaan-kesamaan dengan tarian tarekat lainnya.
C. Kesimpulan
Maulawiyah adalah nama sebuah tarekat yang dibangun oleh Muhammad Jalaluddin al-Rumi. Penamaan tarekat ini dihubungkan pada gelar Maulana (penguasaan kami) yang diberikan pengikutnya kepada Rumi. Tarekat ini didirikan Rumi, pada mulanya untuk mengenang guru dan sahabat yang telah tiada, yaitu Syamsuddin at-Tabrizi ( seorang darwis misterius yang telah berhasil mengubah Rumi ) dari seorang ulama yang terkenal aktif dalam dunia pendidikan dan dakwah menjadi seorang sufi yang “mengasingkan diri” dari kehidupan duniawi sibuk taqarrub kepada Allah.kemudian music (sama’) tarian dan puisi menjadi komponen utama dari cirri khas dalam upacara spiritual tarekat tersebut. Dan perlu diketahui pula bahwa Jalaluddin al-Rumi adalah seorang mutakkallim, dan seorang pembaharu, karena keberhasilannya menemukan terobosan pemikiran baru dan kebaharuan itu tidak lain ialah dijiwai oleh pemikiran sufistiknya.
TAREKAT SAMMANIYAH

A.    Sekilas Tentang Tarekat Sammaniyah

Tarekat sammaniyahmerupakan salah atu cabang dari tarekat syadziliyah yang didiriklan oleh  Abu Hasan Ali asy-Syazili (wafat 1258) di mesir. Pendiri tarekat sammaniyah adalah Muhammad bin Abdul Karim as-samani al-Hasani al-Madani(1718-1775 M).
     Kemunculan tarekat Sammaniyah bermula dari kegiatan sang trokoh pendirinya, yaitu Syekh Muhammad bin Abdul Karim as-samani al-Hasani al-Madani al-Qadiri a—Qurasyi. Ia adalah seorang fakih, ahli hadis, dan sejarawan pada masanya. Dilahirkan di kota madinah pada tahun 1132 H. keluarganya berasal dari suku QUraisy. Semula ia belajar tarekat khalwatiyyah di Damaskus, lalu kemudian ia mulai membuka pengajian yang berisi teknik zikir, wirid, dan ajaran tasawuf lainnya. Ia menyusun cara pendekatan diri dengan Allah swt. Yang akhirnya disebut sebagai tarekat sammaniyah, sehingga ada yang mengatakan bahwa tarekat sammaniyah adalah cabang dari khalwatiyyah.
     Syekh Muhammad Samman di kenal sebagai tokoh tarekat yang memiliki banyak karamah. Baik kitab manaqib syaikh al-waliy al-syahir Muhammad Samman maupun hikayah syekh Muhammad Samman, keduanya mengungkapkan sosok syekh Samman. Syekh Muhammad Samman terkenal akan kesalehan, kezuhutan, dan kekeramatannya. Konon, Syekh Muhammad Samman menutup nutupi ilmunya sampai datanglah perintah dari rasulullah saw. Untuk menyebarkanya kepada penduduk kota madinah.
  Tarekat iuni berhasil membentuk jaringan yang sangat luas dan mempunyai pengaruh besar di kawasan utara afrika, yaitu dari maroko sampai ke mesir. Bahka, memperoleh pengikut di suriah dan Arabia. Aliaran tarekat ini lebih banyak menjauhkan diri dari pemerintahan dan penguasa serta lebih banyak memihak kepada penduduk setempat, dimana tarekat ini berkembang luas.
     Tarekat sammaniyah di sudan yanbg terkenal adalah syekh Muhammad Ahmad bin Abdullah(1843-1885) yang pernah memproklamasikan dirinya sebagai mahdi(pemimpin yang di tunggu tunggu kedatangan oleh masyarakat).
Syekh Muhammad Ahmad menghendaki adanya perbaikan perbaikan terhadap praktik praktik keagamaan sesuai dengan agama islam yang benar. Ia memberikan berbagai perintah tentang berbagai macam aspek keagamaan, spt pengasingan bagi kaum wanita dan pembagian tanah kepada rakyat dan berusaha memodifikasi berbagai praktik keagamaan masyarakat sudan yang pada waktu itu dilakukan sebagai tradisi. Beliau menentang pemakaian jimat, penggunaan tembakau dan alkohol, ratapan wanita pada upacara pemakaman zenajah, penggunaan music dalam prosesi keagamaan dan ziarah ke kuburan orang orang suci.
    
    


B.    Tarekat Sammaniyah di Indeonesia.

Tarekat Sammaniyah di bawa ke Indonesia oleh empat orang ulama yang dijuluki dengan empat serangkai. Mereka yang memiliki perhatian yang cukup besar terhjadap tareklat Sammaniyah terdapat empat orang murid asal Indonesia, yakni sykeh Abdussamad al-falimbani, syekh Muhammad Arsyad al-banjari, syek Muhammad Abdul wahab bugis, dan syekh Abdurahman al-masri(betawi). Karena peran keempat tokoh tersebut, tarekat Sammaniyah berrkembang di tanah air, spt Aceh, Sumatera selatan, Jakarta(betawi), Kalimantan(banjar), dasn Sulawesi(bugis).
Menurut Usman Said, dalam bukunya Pengantar Ilmu Tasawuf(1981:258), di Indonesia tarekat sammaniyah pertama kali tersebar dan memberikan pengaruh yang luas di Aceh, Kalimantan, Sumatera terutama Palembang dan beberapa daerah lainnya. Murid Indonesia yang poaling ternama adalah syek Abdussamad al-falimbani, yang umumnya dianggap sebagai orang pertama yang membawa dan memperkenalkan tarekat sammaniyah di nusantara, terutama Sumatera dan sekitarnya. Sedangkan di Jakarta di perkenalkan oleh syekh Abdurrahman al-masri, dan di Kalimantan selatan, khususnya martapura dan Banjarmasin di perkenalkan oleh syekh Muhammad Arsyad al-banjari dan syekh Muhammad Abdul wahab bugis, yang menjadi menantu syekh Muhammad Arsyad al-banjari. Ulama lainya yang berperan besar dalam menyebarkan tarekat sammanyah diKalimantan selatan adalah syek Muhammad Nafis al-banjari, pengarang kita ad-durun nafis (permata yang indah). Kitab ini berisi tentang masalah tasawuf.
Di Aceh, Ratib Samman dan hikayat Samman sangat popular. Ratib samman inilah yang kemudian berubah menjadi suatu macam permainan (tarian) rakyat yang terkenal dengan nama seudati (tarian) (usman said, 1981,286). Tarian saman ini hingga kini sangat terkenal diseantero nusantara yang berasal dari Aceh.
Tarekat sammaniyah yang berkembang di palembang dibawa dari tanah suci oleh murid–murid Abdussamad al-falimbani adalah seorang sufi yang tidak mengabaikan urusan dunia. Sementara itu didaerah Kalimantan selatan, tarekat sammaniyah dikembangkan oleh tiga ulama terkenal yaitu syekh Muhammad arsyad al-banjari, syekh Muhammad abdul wahab bugis, syekh Muhammad nafis al-banjari. Sepeninggal ketiga tokoh tersebut, penyebaran terekat sammaniyah diteruskan oleh ulama-ulama lainnya dan sebagian masih memiliki hubungan kekeluargaan dengan syekh Muhammad Arsyad al-banjari. Van Bruinessen dalam kitab kuning, pesantren dan tarekat tradisi-tradisi Islam di Indonesia(1960, 66), cukup besar dalam menyebarkan tarekat sammaniyah. Hal senada juga di sampaikan oleh Laily Mansyur dalam kitab ad-Durun Nafis, tinjauan atas ajaran tasawuf dan Ahmadi Isa dalam syekh Muhammad Nafis dan kitabnya ad-Durr al-Nafis.
Ada beberapa alas an mengenai penyebaran tarekat sammaniyah yang dikembangkan oleh syekh nafis al-banjari di Kalimantan selatan. Pertama, Laily Mansyu menulis, syekh Muhammad nafis juga berguru pada syekh Muhammad samman. Kedua, dalam kitab tasawufnyab Al-Durr al-nafis fi bayan Wahdat al-Afal wa al-Asma wa al-Shifat iva al-Zat al-Taqdis, berisi perjalanan tauhid yang struktur dan sistematis, pokok-pokok ajaran tasawuf , dedngan mengutamakan tauhidul sifat, zat, dkl afal dan ditulisnya pada 1200 H ketika masih belajar di makkah. Termaktub pengakuannya bahwa syafii adalah mazhab fikihnya, Asyari itiqad tauhid atau ushuluddinnya, junaidi al-baghdadi ikutan tasawufnya, qodariyah tarekatnya, sattariyah pakaiannnya, naqsabandiah amalnya, kholwatiyah makananya, dan sammaniyah minumannya. Ketiga, sebagaimana syekh Muhammad arsyad yang mendapatkan izajah khalifah dalam tarekat sammaniyah, syekh muhammad nafis pun diakui oleh gurunya menguasai ilmu tasawuf dan tarekat yang diajarkan kepadanya dengan baik, sehingga dia diberi gelar oleh gurunya sebagai syekh mursyid.

C.    Ratib Samman
Di kalangan masyarakat tarekat sammaniyah sangat di kenal ritus pembacaan ratib samman. Biasanya mereka melakukan pembaqcaan ratib Selama enam atau tujuh jam, ritus ini di pimpin oleh salik, murid tarekat yang mendapatkan baiat; orang yang ikut dalam pembacaan ini bisa saja berasal dari luar anggota tarekat.
Praktik zikir dalam tarekat sammaniyah terdiri dari zikir nafi istbat, zikir ismail jalalah, zikir ism al isyarah, dan zikir khusus.
1.      Zikir nafi istbat dilakukan dengan membaca La ilah illa allah. Kata ilaha bermakna nafi atau meniadakan, sementara kata ilah allah bermakna istbat atau penegasan, yang merupakan satu-stunya yang abadi. Zikir nafi istbat biasanya diberikan kepada murid yang berada pada tingkat permulaan.
2.      Zikir Ism al isyarah diberikan pada murid musryid tarekat sammaniyah mempunyai atauran atau tata cara berzikir dan lafadz yang khas. Sebelum berzikir ada lima ada yang harus dilakukan yaitu: bertobat dari segala dosa, berwudhu atau mandi jika junub, diam, tidak berbicara, kecuali berzikir, berrdoa kepada Allah swt. Dan ketika masuk kedalam zikir dibimbing oleh mursyidnya.

Cirri-ciri tarekat sammaniyah menurut Abubakar atjeh, antara lain: adalah zikirnya yang keras-keras dengan suara yang tinggi dari pengikutnya sewaktu melakukan zikir Laa Ilaaha illa allah, disamping itu juga terkenal dengan ratib samman yang hanya mempergunakan perkataan Hu, yaitu dia Allah(pengantar ilmu tasawuf, 1979, 47).
Ajaran-ajaran yang sampaikan oleh syek Samman, antara lain  memper syekh Muhammad Arsyad al-Banjari banyak sholat dan zikir, berlemah lembut kepada fakir miskin. Tideak mencintai dunia, menukarkan akal basyariyah dengan akal Rabbaniyah, dan tauhid kepada Allah dalam zat, sifat, dan af al-nya.[14]
TAREKAT SYATTARIYAH
A.    Sekilas Tentang Tarekat Syattariyah
Tarekat syattariyah adalah aliran tarekat yang pertama kali muncul di India pada abad XV. Tarekat ini dinisbahkan kepada tokoh yang mempopulerkan dan berjasa mengembangkannya, Abdullah asy-Syattar. Awalnya tarekat ini lebih dikenal di Iran dan Transaksonia (Asia Tenagah) dengan nama Isyqiyah. Sedangkan di wilayah Turki Usmani, tarekat ini disebut Bistamiyah. Kedua nama ini diturunkan dari nama Abu Yazid al-Isyqi, yang dianggap sebagai tokoh utamanya. Hanya sedikit yang dapat diketahui mengenai Abdullah asy-Syattar. Ia adalah keturunan Syihabuddin Suhrawardi. Kemungkinan besar ia dilahirkan disalah satu tempat di sekitar Bukhara. Di sini pula ia ditahbiskan secara resmi menjadi anggota Tarekat Isyqiyah oleh gurunya, Muhammad Arif. Nisbah asy-Syattar yang berasal dari kata syatara, artinya membelah dua, dan nampaknya yang di belah dalam hal ini  adalah kalimat tauhid yang dihayati di dalam zikir nafi itsbat, la ilaha (nafi) dan illallah (itsbat), juga nampaknya merupakan pengukuhan dari gurunya atas derajat spritual yang dicapainya yang kemudian membuatnya berhak mendapat pelimpahan hak dan wewenang sebagai Washitah (Mursyid).
Namun karena populeritas Tarekat Isyqiyah ini tidak berkembang di tanah kelahirannya, dan bahkan malah semakin memudar akibat perkembangan Tarekat Naksyabandiyah, Abdullah asy-Syattar dikirim ke India oleh gurunya tersebut. Semula ia tinggal di Jawnpur, kemudian pindah ke Mondo, sebuah kota muslim di daerah Malwa (Multan). Di India inilah, ia memperoleh populeritas  dan berhasil mengembangkan tarekatnya tersebut. Tidak diketahui apakah perubahan nama dari Tarekat Isyqiyah yang dianutnya semula ke Tarekat Syattariyah atas inisiatifnya sendiri yang ingin mendirikan tarekat baru sejak awal kedatangannya ke India ataukah atas inisatif murid-murudnya. Ia tinggal di India sampai akhir hayatnya (1428).
Sepeninggal Abdullah asy-Syatrekattar, Tarekat Syattariyah  disebarluaskan oleh murid-muridnya, terutama muhammad A’la, sang Bengali, yang dikenal sebagai Qazzan Syattari. Dan muridnya yang paling berperan dalam mengembangkan dan menjadikan Tarekat Syattariyah sebagai tarekat yang berdiri sendiri adalah Muhammad Ghaus dari Gwalior (w.1562), keturunan keempat dari sang pendiri. Muhammad Ghaus mendirikan Ghaustiyyah, cabang syattariyah, yang mempergunakan praktek-praktek yoga. Salah seorang penerusnya Syah Wajihuddin (w.1609), wali besar yang sangat dihormati di Gujarat, adalah seorang penulis buku yang produktif dan pendiri madrasah yang berusia lama. Sampai akhir abad XVI, tarekat ini telah memiliki pengaruh yang luas di India. Dari wilayah ini tarekat Syattariyah terus menyebar ke Mekkah, Madinah, dan bahkan sampai ke Indonesia.
Tradisi tarekat yang bernafas di India ini dibawa ke Tanah Suci oleh seorang tokoh sufi terkemuka, Sibghatullah bin Ruhullah (1606), salah seorang murid Wajihuddin, dan mendirikan zawiyah di Madinah. Syekh ini tidak saja mengajarkan Tarekat Syattariyah, tetapi juga sejumlah tarekat lainnya, sebutlah misalnya Tarekat Naqsyabandiyah. Kemudian tarekat ini disebarluaskan kedunia berbahasa Arab lainnya oleh murid utamanya, Ahmad Syimnawi (w.1619). Begitu juga oleh salah seorang khalifahnya, yang kemudian tampil memegang pucuk pimpinan tarekat tersebut, seorang guru asal Palestina, Ahmad al-Qusyasyi (w.1661). Setelah Ahmad al-Qusyasyi meninggal, Ibrahim al Kurani (w.1689), asal Turki, tampil menggantikannya sebagai pimpinan tertinggi dan penganjur Tarekat Syattariyah yang cukup terkenal di wilayah Madinah.
Dua orang yang disebut terakhir di atas, Ahmad al-Qusyasyi dan Ibrahim al-Kurani, adalah guru dari Abdul Rauf Singkel yang kemudian berhasil mengembangkan Tarekat Syattariyah di Indonesia. Namun sebelum  Abdul Rauf. Telah ada seorang tokoh sufi yang dinyatakan bertanggungjawab terhadap ajaran syattariyah yang berkembang di Nusantara lewat bukunya Tuhfat al-Mursalat ila ar Ruh an-Nabi, sebuah karya yang relatif pendek tentang wahdatul wujud. Ia adalah Muhammad bin Fadlullah al-Bunhanpuri (w.1620), juga salah seorang murid Wajihuddin.
Abdul Rauf sendiri yang kemudian turut mewarnai sejarah mistik islam di Indonesia pada abad XVII ini, menggunakan kesempatan untuk menuntut ilmu, terutama tasawuf ketika melaksanakan ibadah haji pada tahun 1643. Ia menetap di Arab Saudi selama 19 tahun dan berguru kepada berbagai tokoh agama dan berbagai ahli tarekat ternama. Sesudah Ahmad Qusyasyi meninggal, ia kembali ke Aceh dan mengembangkan tarekatnya. Kemasyhurannya dengan cepat merambah keluar wilayh Aceh, melalui murid-muridnya yang menyebarkan tarekat yang dibawanya. Antara lain, misalnya di Sumatra Barat dikembangkan oleh muridnya syekh burhanuddin dari pesantren Ulakan;Jawa Barat, daerah kuningan sampai tasikmalaya, 0leh Abdul Muhyi. Dari Jawa Barat tarekat ini kemudian menyebar ke Jawa Tengah dan Jawa Timur. Di Sulawesi  Selatan disebarkan oleh salah seorang tokoh tarekat syattariyah yang cukup terkenal dan juga murid langsung dari Ibrahim al-Kurani, Yusuf Tajul Khalwati (1629-1699).
B.      Ajaran dan Dzikir Tarekat  Syattariyah
Penganut Tarekat Syattariyah percaya bahwa  jalan menuju Allah itu sebanyak gerak nafas makhluk. Akan tetapi, jalan yang paling utama menurut tarekat ini adalah jalan yang di tempuh oleh kaum Akhyar, Abrar, dan syattar. Seorang salik sebelum sampai pada tingkatan Syattar, terlebih dahulu harus mencapai kesempurnaan pada tingkat Akhyar  (orang-orang terpilih) dan Abrar (orang-orang terbaik) serta menguasai rahasia-rahasia dzikir. Untuk itu ada sepuluh aturan yang harus dilalui untuk mencapai tujuan tarekat ini, yaitu taubat, zuhud, qana’ah, uzlah, muraqabah, sabar, ridha, dzikir, dan musyahadah.
Sebagaimana halnya tarekat-tarekat lain, Tarekat Syattariyah menonjolkan aspek dzikir di dalamnya. Tiga kelompok yang disebut di atas, masing-masing memiliki metode berdzikir dan bermeditasi untuk mencapai instuisi ketuhanan, penghayatan, dan kedekatan kepada Allah Swt. Kaum Akhyar melakukannya dengan menjalankan shalat dan puasa, membaca al-Qur’an, melaksanakan haji, dan berjihad. Kaum Abrar menyibukkan idri dengan latihan-latihan kehidupan asketisme atau zuhud yang keras, latihan ketahanan menderita, menghindari kejahatan, dan berusaha selalu mensucikan hati. Sedangkan kaum Syattar memperolehnya dengan bimbingan langsung dari arwah para wali. Menurut para tokohnya dzikir kaum syattar inilah jalan yang tercepat untuk sampai kepada Allah Swt.
Di dalam tarekat ini, dikenal tujuh macam dzikir muqaddimah, sebagai pelataran atau tangga untuk masuk kedalam Tarekat Syattariyah, yang disesuaikan dengan tujuh macam nafsu pada manusia. Ketujuh macam  dzikir ini diajarkan agar cita-cita manusia untuk kembali dan sampai kepada Allah dapat selamat dengan mengendarai tujuh nafsu itu. Ketujuh macam dzikir itu sebagai berikut :
1.      Dzikir thawaf, yaitu dzikir dengan memutar kepala, mulai dari bahu kiri menuju bahu kanan, dengan menucapkan laa ilaha sambil menahan nafas. Setelah sampai di bahu kanan, nafas di tarik lalu mengucapakan illallah yang dipukulkan ke dalam hati snubari yang letaknya kira-kira dua jari di bawah susu kiri, tempat bersarangnya nafsu lawwamah.
2.      Dzikir nafi itsbat, yaitu dzikir dengan laa ilaha illallah, dengan lebih mengeraskan suara nafi-nya, laa ilaha, ketimbang itsbat-nya, illalah, yang diucapkan seperti memasukkan suara kedalam yang Empu-Nya Asma Allah.
3.      Dzikir itsbat faqat, yaitu berdzikir dengan Illallah, Illallah, Illallah, yang dihujamkan dalam hati sanubari.
4.      Dzikir ismu Dzat, dzikir dengan Allah, Allah, Allah, yang dihujamkan ketengah-ketengah dada, tempat bersemayamnya ruh yang menandai adanya hidup dan kehidupan manusia.
5.      Dzikir Taraqqi, dzikir Allah-Hu, Allah-Hu. Dzikir Allah di ambil dari dalam dada dan Hu dimasukkan ke dalam bait al-makmur (otak, markas pikiran). Dzikir ini dimaksudkan agar pikiran selalu tersinari Cahaya Ilahi.
6.      Dzikir tanazul, yaitu dzikir Hu-Allah, Hu-Alah. Dzikir Hu diambil dari bait al-makmur, dan Allah dimasukkan ke dalam dada. Dzikir ini di maksudkan agar seorang salik senantisa memiiki kesadaran yang tinggi sebagai insan Cahaya Ilahi.
7.      Dzikir Isim Ghaib, dzikir Hu, Hu, Hu dengan mata dipejamkan dan mulut dikatupkan kembali diarahkan tepat ke tengah-tengah dada menuju ke arah kedalam rasa.
Ketujuh macam dzikir diatas didasarkan kepada firman Allah Swt. di dalam surat al-Mukmnun ayat 17 : “Dan sesungguhnya Kami telah menciptkan di atas kamu semua tujuh buah jalan, dan Kami sama sekali tidak akan lengah terhadap ciptaan Kami (terhadap adanya tujuh buah jalan tersebut)”. Adapun ketujuh macam nafsu yang harus ditunggangi tersebut, sebagai berikut :
1.      Nafsu Ammarah, letaknya di dada sebelah kiri. Nafsu ini memiliki sifat-sifat berikut : Senang berlebihan, hura-hura, serakah, dengki, dendam, bodoh, sombong, pemarah, dan gelap, tidak mengetahui Tuhannya.
2.      Nafsu Lawwamah, letaknya dua jari di bawah susu kiri. Sifat-sifat nafsu ini : enggan, acuh, pamer, ‘ujub, ghibah, dusta, pura-pura tidak tahu kewajiban.
3.      Nafsu Mulhimah, letaknya dua jari dari tengah dada ke arah susu kanan.sifat-sifatnya : dermawan, sederhana,qana’ah, belas kasih, lemah lembut, tawadlu, tobat, sabar, dan tahan menghadapi segala kesulitan.
4.      Nafsu Muthmainnah, letaknya dua jari dari tengah-tengah dada ke arah susu kiri. Sifat-sifatnya : senang bersedekah,tawakkal, senang ibadah, syukur, ridha, dan takut kepada Allah Swt.
5.      Nafsu Radhiyah, letaknya di seluruh jasad. Sifat-sifatnya : zuhud, wara’, riyadlah, dan menepati janji.
6.      Nafsu mardliyah, letaknya dua jari ke tengah dada. Sifat-sifatnya : berakhlak mulia, bersih dari segala dosa, rela menghilangkan kegelapan makhluk.
7.      Nafsu Kamilah, letaknya di kedalaman dada yang paling dalam. Sifat-sifatnya :Ilmul yaqin, ainul yaqin, dan haqqul yakin.
Khusus dzikir dengan nama-nama Allah (al-asma’ al-husna), tarekat ini membagi dzikir jenis ini ke dalam tiga kelompok. yakni, a) menyebut nama-nama Allah Swt. yang  berhubungan dengan keagungan-Nya, seperti al-qahhar, al-jabbar, al-mutakabbir, dan lain-lain; b) menyebut nama Allah Swt. yang  berhubungan dengan keindahan-Nya seperti, al-malik, al-quddus, al-‘alim, dan lain-lain; dan c) menyebut nama-nama Allah Swt. yang  merupakan gabungan dari kedua sifat tersebut, seperti, al-mukmin, al-muhaimin, dan lain-lain.
Satu hal yang harus diingat, sebgaimana juga dalam tarekat-tarekat lainnya, adalah bahwa dzikir hanya dapat dikusaai melalui bimbingan seorang pembimbing spritual, guru, atau syekh. Pembimbing spritual ini adalah seseorang yang telah mencapai pandangan yang membangkitkan semua realitas, tidak sombong, dan tidak membukakan rahasia-rahasia pandangan batinnya kepada orang-orang yang tidak dapat dipercaya. Di dalam tarekat ini, guru atau yang biasa diistilahkan dengan wasithah dianggap berhak dan sah apabila terangkum dalam mata rantai silsilah tarekat ini yang tidak putus dari Nabi Muhammad saw lewat Ali bin Abi Thalib dan seterusnya sampai kiamat nanti; kuat memimpin mujahadah puji wali kutub; dan memiliki empat martabat yakni mursyidun (memberi petunjuk), murbiyyun (mendidik), nashihun (memberi nasehat), dan kamilun (sempurna dan menyempurnakan).
Secara terperinci, persyaratan-persyaratan penting untuk dapat menjalani dzikir di dalam tarekat syattariyah adalah sebagai berikut : makanan yang dimakan haruslahberasal dari jalan yang halal, selalu berkata benar, rendah hati, sedikit makan dan sedikit bicara, setia terhadap guru atau syekhnya, dan lain-lain.
Tujuan pengamalan dzikir di dalam tarekat syattariyah adalah untuk mencapai martabat insan kamil yaitu tingkat kesempurnaan (yang lazim menurut ukuran manusia). Tingkatan ini dapat diperoleh oleh seseorang, jika ia dapat mengumpulkan dua makrifat yaitu makrifat tanziyyah dan makrifat tasybiyyah, (mengetahui secara mendalam tantang sesuatu hal secara lahir maupun batin). Hal ini didasarkan pada firman Allah di dalam al-Qur’an surah al-Hadid: 11 : “Allah adalah dzat yang maha pertama dan maha kemudian, Maha Lahir dam Maha Batin”.[15]



Daftar Pustaka
Dewan Redaksi EndiklopediIslam, Ensiklopedi Islam, Jakarta.PT.Ichtiar Baru Van Joeve, 1993.
Annemaria Schimel,Dimensi Mistik dalam Islam.,terj.Supriadi Djoko Damono dkk., dari Mystical Dimension of Islam (1975). Pustaka Firdaus, Jakarta, 1986.
Aboe Bakar Atjeh,Pengantar Sejarah Sufi dan Tasawuf, Ramadhani, Solo, 1984.
Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid II, UI Press, Jakarta, 1986.
Komunitas al-Katib Mahasiswa PAI, Tafsir Islam Warna-warni, Mataram:Kurnia Kalam semesta Jogjakarta,Alam Tara, Intitut Mataram & FITK IAIAN Mataram, 2014.
M.Solihin & Rasihon Anwar, Ilmu Tasawuf,Pustaka Setia:Bandung,2008.




[1] Dewan Redaksi EndiklopediIslam, Ensiklopedi Islam, (Jakarta.PT.Ichtiar Baru Van Joeve), 1993, hlm.80- 81
[2] Annemaria Schimel,Dimensi Mistik dalam Islam.,terj.Supriadi Djoko Damono dkk., dari Mystical Dimension of Islam (1975). Pustaka Firdaus, Jakarta, 1986, hlm 101.
[3] Aboe Bakar Atjeh,Pengantar Sejarah Sufi dan Tasawuf, Ramadhani, Solo, 1984, hlm.63
[4] Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid II, UI Press, Jakarta, 1986, h.89
[5] Komunitas al-Katib Mahasiswa PAI, Tafsir Islam Warna-warni (Mataram:Kurnia Kalam semesta Jogjakarta,Alam Tara, Intitut Mataram & FITK IAIAN Mataram, 2014), hlm. 110-111
[6] Ibid., h.111
[7] Ibid.,
[8] M.Solihin & Rasihon Anwar, Ilmu Tasawuf,(Pustaka Setia:Bandung,2008), hlm. 207
[9] Komunitas al-Katib Mahasiswa PAI  op.cit., hlm. 113
[10] Ibid.,
[11] M.Solihin & Rasihon Anwar, Ilmu Tasawuf, op.cit., hlm.221-222
[12] Komunitas al-Katib Mahasiswa PAI , op.cit.,h.126-137
[13] Http//citrariski.blogspot.com Di unduh 05-09-2014, Jam 10-24 Am
[14]Komunitas al-Katib Mahasiswa PAI., op.cit., h.138-145
[15] Komunitas Penulis al-Katib. Op.,cit. h. 146-153

Komentar

Postingan populer dari blog ini

makalah hipotesis penelitian

pendidikan, pengajaran, dan pembelajaran

populasi dan sampel