pendekatan dalam pendidikan islam



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Memakai pendekatan yang tepat dalam pendidikan dan pengajaran agama Islam sangatlah penting, karena tidak semua kelas maupun subjek didik mempunyai karakter yang sama dalam menangkap materi pendidikan agama. Selain metode pengajaran (belajar mengajar) yang tepat, pendekatan yang dilakukan agar siswa dapat mengikuti dan semangat belajar adalah sesuatu yang wajib dimiliki seorang guru.
Penggunaan istilah ”pendekatan” memiliki arti yang berbeda-beda tergantung kepada obyek apa yang akan menjadi tema sentral perencanaan kerja dan kajian pemikiran yang akan dikembangkan. Dalam konstek belajar, approach dipahami sebagai segala cara atau strategi yang digunakan peserta didik untuk menunjang efesiensi dan efektifitas dalam proses pembelajaran tertentu. Dengan demikian sesungguhnya approach adalah seperangkat langkah operasional yang direkayasa sedemikian rupa, untuk memecahkan masalah atau untuk mencapai tujuan belajar tertentu.
Sudah barang tentu approach dalam pengertian tersebut membutuhkan pandangan falsafi (mendasar) terhadap subyek matter yang diajarkan, selanjutnya akan melahirkan metode mengajar yang dijabarkan dalam bentuk tehnik penyajian pembelajaran.
B.     Rumusan Masalah
Bagaimana Penjelasan Hadis-hadis tentang pendekatan dalam pendidikan Islam:
A.    Pendekatan Pengalaman
B.     Pendekatan Pembiasaan
C.     Pendekatan Rasional
D.    Pendekatan Emosional
E.     Pendekatan Fungsional
F.      Pendekatan Keteladanan
C.     Tujuan
Untuk mengetahui dan memahami macam-macam hadis tentang pendekatan dalam pendidikan Islam.

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pendekatan Pengalaman
Pendekatan pengalaman merupakan pemberian pengalaman keagamaan kepada peserta didik dalam rangka penanaman nilai-nilai keagamaan. Dalam pendekatan ini peserta didik diberi kesempatan untuk mendapatkan pengalaman keagamaan, baik secara individu maupun kelompok.

a.       Hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan at-Tirmidzi

عَنْ كًلَدَةَ بْنِ حَنْبَلٍ أَنْ صَفْوَانَ بْنِ أمَيَةَ بَعَثَهُ إِلَى رَسُوْلِ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَ بِلَبَنٍ وَضَغَا بِيْسَ وَالنَبِىُ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَمَ بِأَ عْلَى مَكَهَ فَدَخَلْتُ وَلَمْ أُسَلَمْ فَقَالَ ارْجِعْ فَقُلِ السَلَامُ عَلَيْكُمْ                                                                                                                                          
b.      Terjemah Perkata :
عَنْ        = dari
بَعَثَهُ       = dia diutus
لَبَنٌ         = susu
بِأَ عْلَى    = di ketinggian/di tempat yang tinggi
دَخَلْتُ     = aku telah masuk
ارْجِعْ      = kembalilah
فَقُلِ        = maka ucapkanlah
c.       Terjemahan
kaladah bin Hanbal meriwayatkan bahwa ia diutus oleh Shafwan bin Umayah kepada Rasulullah SAW. membawa susu, anak kijang, dan ketimun kecil. Sementara itu Nabi SAW. sedang berada di ketinggian Mekah. Ia berkata, “Aku masuk tanpa mengucapkan salam terlebih dulu. “lalu beliau bersabda, keluar dulu lalu ucapkan salam”. (HR. Abu Dawud dan at-qTirmidzi)
d.      Tafsiran (penjelasan hadis)
Dalam Hadis ini, Rasulullah tidak memarahi Kaladah lantaran tidak mengucapkan salam. Akan tetapi, beliau mengharapkan Kaladah menjalankannya secara praktis (mengalami sendiri) dan diaplikasikan setiap masuk rumah sebagai salah satu bentuk etika kesopanan. Tidak diragukan lagi bahwa belajar dengan metode seperti ini memberikan nilai lebih banyak dan kesan yang lebih dalam dari pada sekadar nasihat dan arahan teoritis yang tidak dibarengi dengan pelatihan praktis. Dengan demikian, Rasulullah telah mengunakan pendekatan dalam mengajarkan nilai-nilai akhlak kepada para sahabat.
Pendidik Islam seyogianya menggunakan pendekatan ini. Dalam pelajaran ibadah misalnya, guru atau pendidik akan menemui kesulitan yang benar apabila mengabaikan pendekatan ini. Peserta didik harus mengalami sendiri ibadah itu dengan bimbingan gurunya. Belajar dari pengalaman jauh lebih baik dari pada sekedar bicara, tidak pernah berbuat sama sekali. Pengalaman yang dimaksud di sini tentunya pengalaman yang bersifat mendidik. Memberikan pengalaman yang edukatif kepada peserta didik diarahkan untuk mencapai tujuan yang sudah ditetapkan.
Karena satu pengalaman bernilai begitu tinggi, maka anak menyadari akan pentingnya pengalaman itu bagi perkembangan jiwanya. Oleh sebab itu, dijadikanlah pengalaman sebagai pendekatan. Dengan demikian, muncullah “ pendekatan pengalaman” sebagai frasa yang baku dan diakui pemakaiannya dalam pendidikan.
Untuk pendidikan agama Islam, pendekatan pengalaman yaitu pendekatan yang memberikan pengalaman keagamaan kepada siswa dalam rangka penanaman nilai-nilai keagamaan. Dengan pendekatan ini, peserta didik diberi kesempatan untuk mendapatkan pengalaman keagamaan, baik secara individu maupun kelompok. Sebagai contoh, ketika bulan Ramadhan tiba, semua kaum muslim diwajibkan melaksanakan ibadah puasa. Di dalam bulan Ramadhan biasanya setelah kaum muslimin selesai menunaikan shalat tarawih dilanjutkan dengan kegiatan ceramah agama yang disampaikan oleh da’i dengan penjadwalan yang telah ditentukan. Para peserta didik biasanya tidak ketinggalan untuk mendengarkan ceramah tersebut. Kegiatan ini untuk mendapatkan pengalaman keagamaan dan bagi peserta didik tertentu merupakan tugas dari guru. Mereka harus menyerahkannya kepada guru dalam bentuk laporan tetulis yang sudah ditandatangani oleh penceramah.
Untuk pendekatan ini, metode mengajar yang dapat digunakan antara lain metode pemberian tugas dan Tanya jawab mengenai pengalaman keagamaan pesert didik.
e.       Nilai Pendidikan
1.      Pentingnya mengucapkan salam ketika masuk rumah walaupun rumah itu sepi karna malaikat akan ikut menjawab salam kita.
2.      Ketika mengingatkan seseorang yang melakukan kesalahan hendaknya dengan cara yang lemah lembut dan tidak menyinggung.
3.      Ucapkanlah kebenaran itu walaupun sulit atau berat tuk di ucapkan, sebagai mana dalam pepatah arab di katakana, “kullil hak walaukaana murron,kullil hak walau ‘alaa nafsik.”
4.      Dari penjelasan hadits di atas tadi bisa juga kita ambil nilai pendidikannya, yaitu bahwasanya,  kita itu ditutntut untuk selalu menebarkan salam, ketika setiap kali bertemu dengan sesama muslim kita, di manapun kita berada bagai manapun keadaan kita.
5.      Kemanapun kita melangkah dahulukan lah akhlak yang mulia, akhlak yang terpuji  dan etika yang baik, terlebih ketika kita hendak bertamu, dan juga dalam keseharian kita,..dsb.
6.      Ketika kita melihat kemungkaran sekecil apapun dia cegahlah secepatnya semata-mata karna lillaahitaala.

B.     Pendekatan Pembiasaan
Pendekatan pembiasaan, yaitu memberi kesempatan kepada peserta didik untuk senantiasa mengamalkan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari. Setelah terbiasa, peserta didik akan merasa mudah untuk mengerjakan kegiatan-kegiatan keagamaan.

a.       Hadis yang diriwatakan oleh Abu Dawud

عَنْ عَمْرِوبْنِ شُعَيْبٍ عَنْ جَدِهِ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَ مُرُوا أَوُلَادَكُمْ بِالصَلَاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ                                               سِنِيْنَ وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ وَفَرِقُوْا بَيْنَهُمْ فِي المَضَاجِعِ                                                                                                                                                                   
b.      Tejemahan Perkata :
فَرِقُوْا                      = psahkanlah oleh kalian
مُرُوا                       = perintahlah
بِالصَلَاةِ                   = untuk solat              
وَهُمْ                                    = dan mereka
أَبْنَاءُ                        = anak-anak
سَبْعِ                                    = tujuh
سِنِيْنَ                       = tahun
لمَضَاجِعِ                  = tempat tidur
c.       Terjemahan
Dari ‘Amru bin Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya, Rasulullah SAW. bersabda, “Suruhlah anakmu mendirikan shalat ketika berumur tujuh tahun dan pukullah mereka karena meninggalkannya ketika ia berumur sepuluh tahun. (pada saat itu), pisahkanlah tempat tidur mereka.” (HR. Abu Dawud).
d.      Tafsiran
Hadis di atas menginformasikan beberapa hal, yaitu :
1.      Orang tua harus menyuruh anaknya shalat sejak umur tujuh tahun.
2.      Setelah berumur sepuluh tahun dan ternyata anak meninggalkan shalat, maka orang tua boleh memukulnya.
3.      Pada usia sepuluh tahun itu juga, tempat tidur anak harus dipisahkan antara laki-laki dan perempuan serta antara anak dan orang tuanya.
Kemampuan menunaikan ibadah shalat merupakan salah satu keterampilan. Menurut Muhibbin Syah, belajar keterampilan adalah belajar dengan menggunakan gerakan-gerakan motorik, yaitu yang berhubungan dengan urat-urat syaraf dan otot-otot neuromuscular tujuannya adalah memperoleh dan menguasai keterampilan jasmaniah tertentu. Dalam belajar jenis ini, latihan-latihan intensif dan teratur amat diperlukan. Termasuk belajar dalam jenis ini misalnya belajar olahraga, music, menari, melukis, memperbaiki benda-benda elektronik, dan sebagian materi pelajaran agama, seperti ibadah sholat dan haji.
Belajar kebiasaan adalah proses pembentukan kebiasaan-kebiasaan baru atau perbaikan kebiasaan-kebiasaan yang telah ada. Belajar kebiasaan, selain menggunakan perintah, suri tauladan, dan pengetahuan khusus, juga menggunakan hukuman dan ganjaran. Tujuannya agar siswa memperoleh sikap, kebiasaan, dan perbuatan baru yang lebih tepat sekaligus positif dalam arti selaras dengan kebutuhan ruang dan waktu (kontekstual).
Dari segi hukum, anak yang berusia tujuh tahun belum termasuk mukallaf. Di antara usia tujuh tahun atau delapan tahun. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa Rasulullah menyuruh anak usia tujuh tahun mendirikan shalat dengan maksud membiasakan mereka agar setelah mukallaf nanti, anak tidak merasa keberatan untuk melakukannya. Sesuai dengan peribahasa alah bias karena biasa yang berarti segala kesukaran dan sebagainya tidak lagi terasa sesudah terbiasa. Maksud peribahasa ini adalah pekerjaan yang pada awalnya sulit yang memberatkan akan terasa mudah dan ringan apabila sudah dikerjakan berulang kali sehingga menjadi kebiasaan.
Orang tua diperintahkan mendidik anak mendirikan shalat setelah berusia tujuh tahun. Hal itu dilakukan untuk mempermudah proses pendidikan. Hal ini sesuai dengan syarat-syarat penddunaan pembiasaan yang dikemukakan oleh Ahmad Arief. Menurutnya, pembiasaan itu dimulai sebelum terlambat dan hendaknya dilakukan secara berkesinambungan, teratur dan terprogram.
e.       Nilai Pendidikan
1.      Membiasakan anak untuk melaksanakan ibadah sejak dari kecil, sebagaimana pepatah mengatakan “bisa karena terbiasa”.
2.      Dapat mempermudah proses pendidikan anak ketika sudah besar nanti, karena telah dibiasakan melakukan kebaikan sejak kecil.
3.      Membiasakan anak belajar agar tumbuh menjadi anak yang baik, ibarat kayu kalau sudah besar sulit di luruskan,maka luruskanlah dari sejak kecil. begitu juga dengan anak didik kita.
4.      Belajar di masa kecil lebih cepat menyerap ilmu di bandingkan belajar sesudah dewasa,  pepatah arab mengatakan “atta’limu pissigory kannaksiy ‘alal hajari,” belajar di masa kecil bagai mengukir di atas batu , belajar di masa tua bagai mengukir di atas air. Artinya ingatannya lebih kuat.

C.     Pendekatan Emosional
Pendekatan emosional adalah usaha untuk menggugah perasaan dan emosi peserta didik dalam memahami dan menghayati ajaran agama agar perasaannya bertambah kuat terhadap Allah SWT. sekaligus dapat merasakan mana yang baik dan mana yang buruk.

a.       Hadis Riwayat Muslim

عَنْ النُعْمَانَ بْنِ يَقُولُ قَالَ رَسُولَ اللهِ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلمَ مَثَلُ الْمُؤْمِنِيْنَ فِى تَوَادِهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ كَمَثَلِ الْجَسَدِ إِذَا                اشْتَكَى عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ جَسَدِهِ بِالسَهَرِ وَالْحُمَى                                                                                                                                                                                                                                                                
b.      Terjemah Perkata:                       
الْمُؤْمِنِيْن     = orang-orang mu’min                                                                                   
   مَثَلُ        = perumpamaan
إِذَا            = apabia/jika                                                                                                   
تَوَادِهِمْ       = saling mencintai                                                                                          
تَرَاحُمِهِمْ     = saling menyayangi                                                                                      
تَعَاطُفِهِمْ     = saling mengasihi                                                                                          
كَمَثَلِ         = bagaikan                                                                                                      
سَائِرُ         = seluruh                                                                                                        
  اشْتَكَى عُضْوٌ = mengeluh sakit                                                                                                    
c.       Terjemahasn
Nu’man Bin Basyir meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “perumpamaan sikap saling mencintai, menyayangi, dan mengasihi diantara orang yang beriman itu seperti anggota tubuh. Jika salah satu anggota tubuh mengeluh sakit, maka seluruh anggota tubuh akan merasakannya sampai tidak dapat menidurkan diri dan selalu merintih. (HR. Muslim)
d.      Tafsiran:
As-Suyuthi menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan kata tada’a dalam hadis di atas adalah sebagian anggota memanggil anggota yang lain karena sama-sama merasa sakit. Kata as-sahar berarti karena rasa sakit seseorang tidak dapat tidur. Kata Al-Humma berarti merintih karena sakit dan tidak dapat tidur. Menurut Al-Qadhi Iyadh, penyamaan orang yang beriman dengan satu tubuh merupakan penyamaan yang tepat karena mendekakan dan menjelaskan pengertian. Di dalamnya terdapat ajaran yang menghargai hak-hak orang Islam dan memotivasi agar saling menolong dan saling mencintai.
Dalam hadis di atas, Rasulullah SAW ingin menanmkan rasa solidaritas yang tinggi dan sikap mu’awwanah kepada para sahabat jangan menggugah emosi mereka. Apabila dipahami sebagai satu tubuh maka sikap saling mencintai dan saling menolong akan tumbuh. Dengan demikian, semangat persatuan akan menjadi kuat.
Selain hadis di atas terdapat juga hadis yang lain sebagai berikut :
عَنْ أَبِى مُوْسَ عَنِ النَبِىِ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَ قَالَ المُؤْمِنُ لِلُمُؤْمِنُ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُ بَعْضُهُ بَعْضًا ثُمَ شَبَكَ بَيْنَ   أَصَابِعِهِ                                                                                                                                                 
Artinya : Abu Musa meriwayatkan dari Nabi SAW bahwa beliau bersabda, “orang mukmin dengan mukmin lainnya ibarat satu bangunan, bangunan yang satu saling memperkuat dengan bagian yang lainnya.” Kemudian beliau menjalin jemarinya. (HR. Al-Bukhari, Muslim, dan At-Tirmidzi)                                                                     
Dalam menjelaskan mengenai persaudaraan yang dibina Nabi SAW, Muhammad Utsman Najati mengemukakan bahwa beliau tidak sekedar menyeru umat Islam untuk saling mencintai, saling menyayangi, saling mengasihi, dan saling menolong. Beliau juga memperaktikkannya dalam masyarakat Islam yang pernah dibangunnya setelah hijrah, yaitu di kota Madinah. Beliau mengikat persaudaraan diantara kaum Muhajirin dan Anshar, antara Sa’ad bin Rabi’ Al-Anshari dan Abdurrahman bin Auf. Suatu ketika, Sa’ad berkata kepada Abdurrahman, “Aku adalah orang Anshar yang memiliki harta benda yang cukup, tetapi aku hendak membagi semua hartaku menjadi dua bagian, separuh untukmu dan separuhnya lagi untukku. Aku juga memiliki dua istri, pilihlah mana yang au sukai, nanti aku akan ceraikan. Jika telah selesai masa iddahya, maka nikahilah ia.” Lalu Abdurrahman menjawab, “Semoga Allah SWT melimpahkan berkahnya kepadamu, keluargamu, dan hartamu.” Abdurrahman lalu bertanya, “Di mana letak pasar kalian?” Kaum Anshar menunjukkan letak pasar mereka, kemudian Abdurrahman berdagang di pasar tersebut dan menikah. Akhirnya ia menjadi salah satu orang terkaya di Madinah.
Persaudaraan yang terjadi diantara kaum Muhajirin dan Anshar merupakan contoh praktis pertalian social yang belum pernah terjadi dalam manusia. Bahkan, praktik tersebut pada akhirnya memberi warna yang mendalam terhadap keberadaan masyarakat. Islam di kota Madinah. Persaudaraan seperti ini mempunyai andil besar bagi penyebaran dakwah Islam. Sejatinya, orang yang beriman tidak saja harus mencintai orang lain, tetapi juga menjadi orang yang dicintai oleh orang disekelilingnya.
Selain hadis di atas terdapat pula hadis yang berkenaan dengan penggunaan pendekatan emosional oleh Rasulullah SAW, yaitu:
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ جَعْفَرٍ قَالَ لَمَا جَاءَ نَعْىُ جَعْفَرٍ حين قتل قال النبى صلى الله عليه وسلم اصنعوا لال جعفر طعاما فقد أتاهم أمر يشغلهم أو أتاهم ما يشغلهم                                                                                                                                                                                                          
Artinya :
Dari Abdullah bin Ja’far, ia berkata, “ketika datang berita kematian Ja’far karena terbunuh, Nabi SAW bersabda, “buatkanlah makanan untuk keluarga Ja’far. Sesungguhnya mereka telah ditimpah oleh urusan yang menyibukkan.” (HR. Muslim)
Terjemahan perkata:
لَمَا         = manakala
جَاءَ       = telah datang
اصنعوا   = buatkanlah/bikinkanlah
طعاما     = makanan
يشغلهم    = yang menyibukkan mereka
فقد         = maka sesungguhnya
أتاهم       = mereka telah di timpa (di datangi)
Dalam hadis ini, Rasulullah SAW, juga menggugah perasaan para sahabat untuk membantu dan berusaha merinagnkan beban kesedihan yang dialami oleh keluarga Ja’far yang sedang ditimpah musibah.
f.       Nilai Pendidikan
1.      Bersikap lemah lembut terhadap peserta didika, agar peserta didik dapat dengan mudah memahami apa yang diajarkan.
2.      Pentingnya mempererat tali persaudaraan antara sesama manusia.
3.      Manusia merupakan makhluk sosial yang dalam kehidupan sehari-harinya membutuhkan orang lain, dalam arti saling tolong menolong.
D.    Pendekatan Rasional
Pendekatan Rasional, yaitu usaha memberikan peranan kepada rasio atau akal dalam memahami dan menerima kebenaran ajaran agama kemudian mencoba menggali hikmah dan fungsi ajaran agama. Dengan mempergunakan akalnya, seseorang dapat membedakan mana yang baik, yang lebih baik, atau yang tidak baik.
a.       Hadis Riwayat Al-Bukhari

عن عبد الله بن عمر أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال إمن الشجر شجرة لا يسقط ورقها وهى مثل المسلم حدثونى ما هى فوقع الناسفىشجر البادية ووقع فى نفس أنها النخلة قال عبد الله فاستحييت فقالوا يا رسول الله أخبرنا بها فقال رسول الله عليه وسلم هي لنخلة                                                                                                                                                                                                                   

             
b.      Terjemah perkata:

الشجر         = pohon
لا يسقط       = tidak berguguran
ورقها          = daunnya
هى             = dia
مثل             = bagaikan
حدثونى        = katakan pada ku
ما                = apa
النخلة          = pohon kurma
فاستحييت     = maka aku merasa malu
فقالوا           = maka mereka berka
أخبرنا         = beri tahu kami
وقع             = berpikir

c.       Terjemahan
Dari Abdullah bin Umar, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya diantara pohon-pohon ada pohon yang tidah gugur daunnya dan itu bagaikan seorang muslim. Katakan kepadaku apa nama pohon tersebut.” Semua orang mulai berfikir tentang pohon yang tumbuh di padang pasir dan saya berpikir bahwa itu adalah pohon kurma. Namun, saya merasa malu (untuk menjawabnya). Sementara itu, ada yang berkata, “Wahai Rasulullah, beritahukan kepada kami pohon apa itu.” Lalu Rasulullah SAW menjawab, “pohon itu adalah pohon kurma.” (HR. Al-Bukhari)
d.      Tafsiran (penjelasan hadis)
 Ibnu Hajar, penyamaan pohon kurma dengan orang muslim adalah sama-sama mendapat keberkahan. Keberkahan kurma terhadap setiap bagiannya, mulai dari muncul buahnya hingga dikeringkan dan dapat dimakan. Selain itu, setiap bagian pohon tersebut dapat dimanfaatkan. Bijinya dapat digunakan sebagai makanan ternak dan tangkai buahnya dapat dijadikan tali. Begitu juga dengan berkah orang muslim yang berlaku umum pada setiap kondisi, juga manfaatnya bagi diri dan orang lain yang akan berlangsung terus-menerus hingga wafatnya.
Dalam hadis ini, Rasulullah SAW melontarkan pertanyaan kepada para sahabat supaya cara berpikir para sahabat terarah. Rasulullah SAW mengajar para sahabatnya dengan mengajukan beberapa pertanyaan kepada mereka mengenai persoalan tertentu untuk mengarahkan cara berpikir dalam upaya mencari jawaban atau pertanyaan yang dilontarkannya. Ketika mereka mencoba memberi jawaban atas pertanyaan itu, Rasulullah SAW kemudian memberitahukan jawaban yang tepat dan benar sebagai tambahan wawasan mereka. Menurut Muhammad Utsman Najati, mengajukan pertanyaan, diskusi, dan dialog dapat membantu mengarahkan proses berpikir dan belajar dengan cepat. Allah SWT memerintahkan kita untuk meminta petunjuk kepada para ahli dan bertanya kepada mereka untuk memperoleh ilmu pengetahuan. Sebagaimana firman Allah:
(#þqè=t«ó¡sù Ÿ@÷dr& ̍ò2Ïe%!$# bÎ) óOçFZä. Ÿw šcqßJn=÷ès? ÇÐÈ
Artinya :
Maka tanyakanlah olehmu kepada orang yang berilmu, jika kamu tiada mengetahui. (QS. Al-Anbiya’: 7)
e.       Nilai Pendidikan
1.      Kita di tuntuk untut brfikir, bertadabbur sejenak tentang alam ini bagai mana mahakuasanya Allah s.w.t. menciptakan alam ini beserta isinya dan semua penomena alam yang tejadi di seluruh alam ini. Kita mengali dan mengkajinya untuk kita bisa mengambil ibroh darinya/pelajaran.
2.      Agama islam ini di gambarkan dengan sebuah pohon yang tidak akan pernah gugur daunnya, artinya di antara sekian banyak agama kepercayaan, hanya satu agama yang akan abadi agama yang sebenarnya sampai akhirat kelak yaitu adalah agama islam,  “sesungguhnya agama yang di ridoi oleh Allah s.w.t. adalah Agama islam”.

E.     Pendekatan Fungsional
Pendekatan fungsional, yaitu penyajian materi ajaran agama Islam dengan penekanan pada segi kemanfaatan bagi peserta didik dalam kehidupan sehari-hari sesuai tingkat perkembangan mereka. Pembelajaran dan bimbingan untuk melakukan shalat misalnya, diharapkan berguna bagi kehidupan seseorang, baik dalam lehidupan individu maupun social. Melalui pendekatan fungsional ini, peserta didik dapat memanfaatkan ilmu dalam kehidupan sehari-hari.
a.       Hadis Riwayat at-Tirmidzi, Abu Dawud, Ahmad

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنِ النَبِى صَلَى الله عَلَيْهِ وَسَلَمَ قَالَ من نفس عن مسلم كربة من كرب الدنيا نفس الله عنه كربة من كرب يوم القيامة ومن يسر على معسر فى الدنيا يسرالله عليه فى الدنيا والاخرة ومن ستر على مسلم فى الدنيا سترالله عليه فى الدنيا والاخرة والله فى عون العبد ماكان العبد فى عون أخيه                                                                                                                                                
b.      Terjemah Perkata :
من           = barang siapa
نفس         = melapangkan
عن           = dari/dari pada
كربة         = kesempitan
الدنيا         = dunia
أخيه         = saudaranya
يوم           = hari
القيامة       = kiamat
عون         = menolong
ومن         = dan siapa saja
يسر         = mudah
ستر         = menutup / merahasiakan aib
c.       Terjemahan
Dari Abu Hurairah, Nabi SAW bersabda, “Barang siapa yang melapangkan seorang muslim dari satu kesempitan dunia niscaya Allah akan melapangkannya dari satu kesulitan hari kiamat. Siapa yang memudahkan seorang muslim dari satu kesulitan dunia niscaya Allah akan memudahkannya di dunia dan akhirat. Siapa yang menutup aib seorang muslim di dunia, niscaya Allah menutup aibnya di dunia dan di akhirat. Allah menolong hambanya selama hamba itu menolong saudaranya.” (HR. At-Tirmidzi, Abu Dawud, dan Ahmad)

d.      Tafsiran (Penjelasan hadis)
Ada empat hal yang diinginkan Rasulullah SAW agar dikerjakan oleh umatnya terhadap sesame dalam hadis di atas, yaitu:
1.      Melapangkan kesempitan.
2.      Memudahkan kesulitan.
3.      Menutup aib.
4.      Menolong saudara.
Untuk semua kegiatan tersebut ditegaskan oleh beliau manfaat yang akan diperoleh oleh di pelaku, baik di dunia maupun diakhirat. Hal ini dapat membangkitkan semangat para sahabat untuk saling membantu. Dengan demikian, beliau telah menggunakan pendekatan fungsional dalam mendidik para sahabatnya.
Ilmu pengetahuan yang dipelajari oleh anak di sekolah bukanlah sekedar pengisi otak, tetapi diharapkan berguna bagi kehidupannya baik sebagai individu maupun sebagai makhluk social. Diharapkan anak dapat memanfaatkan ilmunya untuk kehidupan sehari-hari sesuai dengan tingkar perkembangannya, bahkan yang lebih penting adalah bahwa ilmu pengetahuan dapat membentuk kepribadiannya. Anak dapat merasakan manfaat dari ilmu yang didapatnya di sekolah dan mendayagunakannya.
Pelajaran agama yang diberikan di kelas bukan hanya unutk memberantas kebodohan dan pengisi kekosongan intelektual, tetapi unutk diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Yang yang demikian itulah yang pada akhirnya hendak dicapai oleh tujuan pendidikan agama di sekolah dalam berbagai jenis dan tingkatan. Oleh karena itu, kurikulum pun disusun sesuai dengan kebutuhan siswa di masyarakat.
Pendekatan fungsional yang diterapkan di sekolah diharapkan dapat menjembatani harapan tersebut. Agar mudah menuju kea rah itu, tentu saja diperlukan penggunaan metode mengajar. Ada beberapa metode yang perlu dipertimbangkan, diantaranya yaitu metode latihan, pemberian tugas,ceramah, Tanya-jawab, dan demonstrasi.
e.       Nilai Pendidikan
1.      Kehidupan di dunia ini adalah sebuah gambaran kehidupan kelak di akhirat.
2.      Dunia ini adalah tempat kita mencari bekal untuk kita bisa meraih kebahagiaan kelak di akhirat.
3.      Menghargai sesama kita adalah sebuah kebaikan bagi kita, karna menghargai sesama, menjaga aib sesama kita memberikan kemudahan bagi orang lain di saat orang lain kesusahan, niscaya kita juga akan di bantu di berikan kemudahan oleh Allah SWT. di dunia dan di akhirat.
4.      Ketika memberikan pengarahan kepada anak didik kita, hendaknya memberikan sebuah pemahaman yang bisa bermanfaat baginya baik di lingkungan sekitarnya ataupun bisa bermanfaat bagi dirinya dan orang lain dunia dan di akhirat. Inilah yang harus kita tekankan pada anak didik kita di kelas.

F.      Pendekatan Keteladanan
Pendekatan leteladanan adalah memperlihatkan keteladanan atau memberikan contoh yang baik kepada peserta didik. Guru yang senantiasa bersikap baik kepada setiap orang misalnya, secara langsung memberikan keteladanan kepada peserta didiknya. Keteladanan pendidik kepada peserta didiknya merupakan factor yang sangat penting dan menentukan keberhasilan pembelajaran. Hal ini disebabkan karena guru akan menjadi tokoh identifikasi dalam pandangan anak yang akan dijadikan sebagai teladan dalam mengidentifikasikan diri dalam kehidupan.
a.       Hadis Riwayat Ahmad

عن خابر يقول رأيت النبى صلى الله عليه وسلم يرمى على راحلته يوم النحر يقول لنا خذوا عنى مناسككم فإنى لا أدرى لعلى أن لا أحج بعد حجتى هذه                                                                                                                                                                                                              
b.      Arti Perkata
رأيت            = aku melihat
يرمى           = melontar
راحلته          = kendaraannya
يقول لنا         = dia berkata pada kami
خذوا            = ambillah / contohlah oleh kalian
عنى             = dari ku
مناسككم        = cara melaksanakan haji
لا أدرى        = aku tidak tau
c.       Terjemahan
Dari Jabir ia berkata, “saya melihat Nabi SAW melontar di atas kendaraannya pada hari an-nahr. Beliau bersabda kepada kami, ambillah (contohlah) dariku cara-cara melaksanakan ibadah haji karena aku tidak tahu apakah dapat melaksanakan ibadah haji sesudah ini.” (HR. Ahmad)
d.      Tafsiran (penjelasan hadis)
Dalam hadis ini Rasulullah SAW menyuruh sahabat mencontoh cara-cara menunaikan ibadah haji. Dalam hadis lain beliau memberikan contoh kepada sahabat bagaimana memperlakukan tamu dan bagaimana mendirikan shalat. Hadisnya:
عن أبى سليمان مالك بن الحويرث قال أتين النبى صلى الله عليه وسلم ونحن شببة متقاربون فأقمنا عنده عشرين ليلة فظن أنا اشتقنا أهلنا وسألنا عمن تركنا فى أهلنا فأخبرناه وكان رفيقا رحيما فقال ارجعوا إلى أهليكم فعلموهم ومروهم وصلوا كما رأيتموني أصلى وإذا حضرت الصلاة فليؤذن لكم أحدكم ثم ليؤمكم أكبركم                                                                                                                                                  
Artinya :
Abu Sulaiman Malik bin Al-Huwairist berkata, “kami, beberapa orang pemuda sebaya mengunjungi Nabi SAW, lalu kami menginap bersama beliau selama 20 malam. Beliau menduga bahwa kami telah merindukan keluarga dan menanyakan apa yang kami tinggalkan pada keluarga. Lalu, kami memberitahukannya kepada Nabi. Beliau adalah orang yang halus perasaannya dan penyayang. Beliau bersabda, ‘kembalilah kepada keluarga kalian. Ajarilah mereka, suruhlah mereka, dan shalatlah kalian sebagaimana kalian melihatku mendirikan shalat. Apabila waktu shalat telah masuk, hendaklah salah seorang di antara kalian mengumandangkan adzan dan yang lebih tua hendaknya menjadi imam.’” (HR. Al-Bukhari)
Terjemah Perkata:
رأيت          = aku melihat
أتين            = kami mendatangi
كما             = sebagai mana
صلوا          = solatlah kalian
ارجعوا        = kembalilah kalian
ونحن          = dan kami
عشرين        = 20
ليلة             = malam
عنده           = di sisinya
متقاربون      = keluarga-keluarga
فأقمنا          = berdiam(nginap)
أهلنا            = keluarga kami
فظن            = dia menyangka
سألنا           = dia menanya kami
تركنا          = yang kami tinggalkan
رفيقا           = perasaan yang halus                                                                                    
رحيما         = penyayang                                                                                                   
فأخبرناه      = maka kami memberitahu nya
رأيتموني      = kalian melihat aku
أصلى          = aku solat
Informasi yang terkandung dalam hadis tersebut antara lain:
1.      Ada sekelompok pemuda sebaya yang menginap di rumah Rasulullah untuk belajar Islam.
2.      Mereka menginap selama 20 tahun.
3.      Para pemuda melihat dan merasakan perlakuan Rasulullah yang sangat baik.
4.      Rasulullah menyuruh para pemuda untuk kembali ke rumahnya masing-masing untuk mengajarkan agama yang sudah beliau ajarkan.
5.      Rasulullah menyuruh mereka mendirikan shalat sebagaimana yang telah beliau contohkan.
6.      Apabila waktu shalat telah masuk, Rasulullah menyuruh mereka untuk mengumandangkan adzan. Dan
7.      Rasulullah menyuruh orang yang lebih tua untuk menjadi imam dalam shalat berjama’ah.
Di dalam hadis tersebut, Rasulullah memberikan keteladanan cara memperlakukan tamu selama berada di rumahnya. Beliau telah menujukkan keramahan, kelemahlembutan, dan kasih saying sehingga meninggalkan kesan yang baik kepada para pemuda yang bertamu. Dalam hal ini, Rasulullah tidak menyuruh agar sahabat mengiuti prilakunya. Selain itu, beliau juga mengajarkan kaifiyah mendirikan shalat dengan cara mencontohkan. Itu berarti bahwa beliau sangat mengutamakan pendekatan keteladanan.
Selain itu dalam beberapa hadis ditemukan keteladanan Rasulullah SAW dalam banyak hal di kehidupan sehari-hari. Diantaranya beliau ikut bekerja menurus keluarganya. Namun, ketika begitu masuk waktu shalat. Rasulullah telah mengajarkan kepara para sahabat untuk mendirikan shalat pada awal waktu, tidak terganggu oleh pekerjaan rumah sehari-hari. Beliau memperlihatkan ketekunan mendirikan shalat tahajjud, walaupun beliau sudah diampuni oleh Allah SWT. Beliau mempertimbangkan kondisi sahabat dalam memberikan pelajaran, memperdengarkan bahwa sewaktu memasuki kamar kecil beliau membaca do’a, mendahulukan anggota tubuh yang kanan dalam hal bersuci, menyisir rambut, dan memakai sandal.
Menurut linda dan Richard Eyre, contoh selalu menjadi guru yang baik sekaligus berdampak luas, lebih jelas, dan lebih berpengaruh daripada yang perkataan. Hal itu mudah dipahami mengingat kecendrungan meniru ada pada setiap manusia, bukan saja pada anak-anak melainkan juga pada orang dewasa. Hanya saja terdapat perbedaan dalam intensitasnya. Orang dewasa meniru sambil menyeleksi dan memodifikasi seperlunya. Lain halnya dengan anak-anak. Menurut Ramayulis, dalam segala hal, anak merupakan peniru yang ulung. Sifat peniru yang ulung ini merupakan modal yang positif dalam pendidikan keagamaan pada anak. Senada dengan pendapat itu, Imam Banawi mengemukakan bahwa anak-anak pada usia tertentu cenderung meniru dan mengambil alih apa saja yang ada, tanpa mengetahui manfaat dan mudharatnya.
Manusia banyak belajar tentang berbagai kebiasaan dan tingkah laku melalui proses peniruan terhadap kebiasaan dan tingkah laku kedua orang tua dan saudara-saudaranya. Ia mulai belajar bahasa dengan meniru orangtua dan saudara-saudaranya dengan mengucapkan kata-kata secara berulang kali.  Tanpa terbiasa mendengar orang mengucapkan suatu kata, manusia tidak dapat berbahasa lisan.
Kecenderungan anak untuk belajar melalui peniruan menyebabkan pendekatan keteladanan menjadi sangat penting artinya dalam proses pembelajaran. Bahkan, manusia pada umumnya senantiasa cenderung meniru yang lainnya dan dalam hal ini Rasulullah SAW merupakan teladan yang terbaik bagi umat.
e.       Nilai Pendidikan
1.      Kita itu bisa menyerap ilmu itu lewat pengelihatan kita, ilmu peraktik atau ilmu yang di sampaikan dengan cara peraktik itu lebih bagus lebih kuat dalam ingatan kita.
2.      Gunakan lah waktu luang mu untuk beribadah sebelum datang masa sempitmu, gunakan waktu sehat mu dlam beribadah sebelum datang waktu sakitmu, berbuatlah amal ibadah sebanyak-banyaknya sebelum ajal menghampiri kita. Ini juga sejalan pemahaman nya dalam hadis lain yang artinya, “ kerjakanlah duniamu seakan kamu hidap abadan, dan kerjakanlah akhiratmu seakan-akan kamu mati besok.



















BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan

a.       Pendekatan pengalaman, yaitu pemberian pengalaman keagamaan kepada peserta didik dalam rangka penanaman nilai-nilai keagamaan. Dengan pendekatan ini peserta didik diberi kesempatan untuk mendapatkan pengalaman keagamaan, baik secara individual maupun kelompok. Ada pepatah yang mengatakan bahwa pengalaman adalah guru yang paling baik.
b.      Pendekatan pembiasaan, yaitu Pembiasaan adalah suatu tingkah laku tertentu yang sifatnya otomatis tanpa direncanakan terlebih dahulu dan berlaku begitu saja yang kadang kala tanpa dipikirkan. Pendekatan pembiasaan dalam pendidikan berarti memberikan kesempatan kepada peserta didik terbiasa mengamalkan ajarannya.
c.       Pendekatan Emosional, yaitu pendekatan untuk menggugah emosi siswa dalam menghayati dan meyakini aqidah Islam serta memberi motivasi agar siswa ikhlas mengamalkan ajaran Islam.
d.      Pendekatan rasional, yaitu usaha untuk memberikan peranan rasio (akal) dalam memahami dan menerima ajaran islam. Dalam pendekatan ini siswa di beri keleluasaan untuk bertanya serta menjawab permasalahan-permasalahan yang sedang diajarkan.
e.       Pedekatan Fungsional, yaitu suatu pendekatan dalam rangka usaha menyampaikan materi agama dengan menekankan kepada segi kemanfaatan pada peserta didik dalam kehidupan sehari-hari, sesuai dengan tingkat perkembangannya. Ilmu Agama yang dipelajari anak di sekolah bukanlah hanya sekedar melatih otak tetapi diharapkan berguna bagi kehidupan anak, baik dalam kehidupan individu maupun dalam kehidupan social.
f.       Pendekatan keteladanan, yaitu menyuguhkan penciptaan kondisi pergaulan yang akrab antara personal sekolah, prilaku pendidik dan tenaga kependidikan lain yang mencerminkan akhlaq terpuji yang merupakan dampak positif dari pengajaran agama islam, baik langsung maupun tidak langsung melalui suguhan ilustrasi berupa kisah-kisah keteladanan.






















DAFTAR PUSTAKA

Bukhari Umar, Hadis Tarbawi Pendidikan Dalam Perspektif Islam (Jakarta: Amzah, 2014) h. 175-191












Komentar

Postingan populer dari blog ini

makalah hipotesis penelitian

pendidikan, pengajaran, dan pembelajaran

populasi dan sampel