SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA

PEMBAHASAN
A.    Masuknya Islam Ke Jawa
Islam masuk ke Jawa dibawah oleh saudagar-saudagar Arab, Persi, dan Gujarat. Daerah Pantai yang lebih dahulu dimasukinya, kemudian Islam terbentuk melalui perkawinan yang membentuk keluarga Islam, dan barulah Islam tersebar ke daerah pedalaman.
Islam untuk pertama kali masuk ke Jawa pada abad 14 M (1399 M) dibawah oleh Maulana Malik Ibrahim dengan keponakannya bernama Mahdum Ishaq yang menetap di Gersik. Beliau adalah orang Arab dan pernah tinggal di Gujarat. Pada saat itu yang berkuasa di Jawa adalah kerajaan Majapahit. Salah seorang raja Majapahit bernama Sri Kertabumi mempunyai isteri yang beragama Islam bernama puteri campa. Kejadian tersebut sangat berfaedah bagi dakwah Islam. Ternyata puteri Campa itu melahirkan putera bernama Raden Fatah yang menjadi Raja Islam yang pertama di Jawa (Demak). Munculnya kerajaan Islam yang pertama itu bukan disebabkan agresi agama Islam terhadap agama Hindu yang dipeluk oleh kerajaan Majapahit, tetapi disebabkan kelemahan dan kehancuran Majapahit dari dalam setelah wafatnya Gajah Mada dan raja Hayam Wuruk.
M. Yamin dan N.J. Krom melukiskan keruntuhan Majapahit itu sebagai berikut: “Keruntuhan Majapahit didahului oleh kelemahan pemerintahan pusatnya yang disusul oleh perang saudara diantara ahli warisnya”.
Raden Fatah bergelar Sultan Alamsyah Akbar, pada dasarnya melanjutkan warisan ayahnya Kertabumi, dan Ia menyelamatkan kerajaan dari kehancuran total karena perang saudara yang berkepanjangan. Kertabumi tidak dibunuh tetapi diboyong ke Demak.
Para sejarawan sependapat bahwa para pembawa Islam di Pulau Jawa adalah para wali Sembilan yang lebih dikenal dengan sebutan Wali Songo.
1.      Maulana Malik Ibrahim (w. 1419)
Menurut Hamka Malik Ibrahim datang dari Kasyan Persia, dan seorang Bangsa Arab dari keturunan Rasulullah, yang datang ke Jawa sebagai penyebar agama Islam. Beliau juga digelari Maulana Maghribi atau Maulana Ibrahim atau Syekh Maghribi.
Setelah tiba di pulau Jawa yang terletak di luar kota Gresik. Kota Geresik saat itu merupakan kota pelabuhan perdagangan yang sering dikunjungi oleh pedagang dari luar negeri. Di desa Leran inilah beliau menjalankan dakwah Islam, di mana rakyat setempat banyak tertarik dengan agama baru ini, lalu memeluknya menjadi pengikut Islam.
Kemudian Maulana Malik Ibrahim menghadap raja Majapahit dan menceritakan maksudnya mau berdakwah Islam sekalian mengajak raja Majapahit untuk memeluk agama Islam. Ketika pulang meninggalkan istana Majapahit.
2.      Sunan Ampel
Beliau disebut juga Raden Rahmat, namanya semasa kecil adalah Ahmad Rahmatullah. Raden Rahmat mendapat pelajaran agama dari ayahnya Ibrahim Asmorokandi. Ibrahim Asmorokandi ini ini seorang ulama terkenal dari Arab yang menyiarkan Islam di negeri Campa (Kamboja). Oleh karena itu Campa tertarik dengagn budi pekerti dan ilmu dari ulama ini maka akhirnya ia mengawinkannya dengan putrinya.
Pada tahun 1479 M beliau mendirikan Masjid Agung Demak. Kerajaan Demak berdiri sebagai kerajaan Islam yang pertama dengan rajanya Raden Patah adalah atas dukungan dan restu dari Sunan Ampel, sambil menyebarkan Islam.
3.      Sunan Giri
Sunan Giri disebut juga Joko Samudro, Sunan Giri mendirikan Masjid sebagai langkah awal untuk menyiarkan Islam. Kemudian beliau mendirikan pesantren dan mengajarkan ilmu fiqh, ilmu Tafsir, ilmu Hadits, serta Nahu dan Saraf kepada murid-muridnya. Murid-muridnya yang belajar di pesantren bukan saja berasal dari sekitar Surabaya tetapi juga dari Madura, Lombok, Makassar, dan Ternate. Di damping sebagai ulama dan guru, beliau juga berdagang untuk penghidupannya.
4.      Sunan Kudus
Sunan Kudus sering juga disebut Ja’far Shadiq, Raden Untung atau Raden Untung, dan Raden Amir Haji. Beliau ini keturunan dari Sayyidina Ali ibn Thalib dan memakai juga nama moyangnya Ja’far Shadiq, Imam ke empat menurut kepercayaan kaum Syiah dan menurut Badad Tanah Jawa. Nama beliau waktu kecil adalah Untung. Beliau bekerja keras dalam menyiarkan ajaran Islam yang berpusat disuatu tempat yang diberi nama Quds (tempat suci), diambil dari nama negeri Bait al-Maqadis sendiri, beliau berbeda pendapat dengan Sunan Kalijaga. Sunan Kudus lebih mementingkan memperdalam pengaruh Islam dan mengikis habis pengaruh-pengaruh Hindu.
Sunan Kudus terkenal sebagai ulama besar yang menguasai ilmu Ushul Fiqh, Hadits, Ilmu Tafsir Al-Qur’an, Ilmu Sastra, Mantiq, dan yang terutama sekali adalah Ilmu Fiqh. Karena itu diantara Wali Songo, beliau diberi julukan “Wali Al-Ilm”, artinya Wali yang menjadi gudang ilmu.
5.      Sunan Bonang
Nama kecil Sunan Bonang adalah Maulana Makhdum Ibrahim. Beliau putra Sunan Ampel (Raden Rahmatullah). Sunan Bonang selain mendapat mendapat gemblengan ilmu dari ayahnya sendiri beliau juga pernah belajar di Pasai, Aceh dan berguru pada Maulana Ishaq. Dalam dakwahnya Sunan Bonang berusaha memasukkan pengaruh Islam ke dalam kalangan bangsawan keratin Majapahit. Sunan Bonanglah yang memberikan didikan Islam kepada Raden Patah, Sultan Demak pertama. Raden Patah ini adalah putera Brawijaya V (Raja Majapahit).
Sunang Bonang adalah pencipta gendang darma (lagu-lagu Jawa yang bernapaskan Islam).
6.      Sunan Gunung Jatai
Sunan Gunung Jati disebut juga Fatahillah atau Falatehan yang nama kecilnya adalah Syarif Hidayatullah. Setelah berumur 20 tahun Syarif Hidayatullah ke Makkah untuk menuntut ilmu agama Islam atas izin Ibunya.di sana ia juga mempelajari ilmu agama Islam, bidang agama yang dipelajari adalah ilmu syari’at, ilmu hakekat, ilmu tarekat dan ilmu ma’rifat. Kemudian Syarif Hidayatullah berangkat ke Jawa. Di dalam perjalanannya ia singgah di Gujarat, India dan Pasai, Sumatera. Selama 2 tahun Ia memperdalam ilmu agamanya.
7.      Sunan Muria
Nama kecil Sunan Muria adalah Raden Prowoto atau disebut jug Raden Said ibn Raden Syahid. Sunan Muria adalah seorang sufi/ahli tasawwuf. Dan beliau mengatur para santri untuk memperdalam ilmu tasawwuf.
Sunan Muria mencerminkan pribadi yang menempatkan rasa cinta kepada Allah SWT. sepanjang hidupnya ia selalu memuji kebesaran Allah SWT. ia mendirikan pesantren yang terletak di kaki Gunung Muria yang mengawal keselamatan pantai utara Pulau Jawa di Tanjung Jepara, Jawa Tengah.
Di bawah bimbingan beliau orang-orang membenamkan dirinya untuk berdzikir kepada Allah SWT. beliau selalu mengucapkan kalimat Thayyibah dan kalimat Risalah “la ilah illa Allah Muhammad Rasulullah”. Sunan Muria juga pencipta gending sinema dan kinanti dalam menyiarkan agama Islam ia memfokuskan kepada masyarakat pedang, pelaut dan nelayan.
8.      Sunan Drajat
Nama kecilnya adalah Syarifuddin Hasyim, ia adalah putra dari Sunan Ampel. Sunan Drajat adalah seorang Waliyullah yang bersifat social. Di dalam menjalankan agama dan dakwah Islamiah, beliau tidak segan-segan membantu rakyat yang sengsara, membantu anak-anak yatim piatu, membantu orang sakit, dan membantu orang-orang fakir miskin. Sunan Drajat juga pencipta gending Pengkur.
9.      Sunan Kalijaga
Disebut juga dengan nama Muhammad Said atau Joko Said. Beliau adalah keturunan Arab yang bertalian darah dengan Rasulullah. Sunan Kalijaga amat lekat di hati kaum Muslim tanah Jawa melebihi yang lainnya. Sunan Kalijaga adalah pencipta wayang kulit dan pengarang buku-buku wayang yang mengandung cerita dramatis dan berjiwa Islam.
Kelebihan utama dari Sunan Kalijaga ialah kemampuannya memasukkan pengaruh Islam kepada adat kebiasaan orang Jawa. Kecintaan orang jawa yang tidak dapat dilepaskan terhadap wayang, menyebabkan beliau memasukkan hikayat-hikayat Islam ke dalam permainan wayang.[1]





B.     Kerajaan Islam di Jawa
a.       Kerajaan Demak (1500-1550 M)
Kerajaan Islam Demak berdiri dipenghujung akhirnya Kerajaan Majapahit. Kerajaan ini didirikan oleh Raden Fatah pada awal abad-14.[2] Pada umumnya ahli sejarah mengatakan, bahwa perkembangan Islam di Jawa bersamaan dengan masa melemahnya Kerajaan Majapahit. Keadaan ini memberi peluang kepada para penguasa Islam di pesisir untuk membangun pusat-pusat kekuasaan yang independen.[3] Demak merupakan pusat pengajaran Islam yang dipelopori oleh Raden Fatah (1500 M), kemudian berkembang menjadi kota perdagangan dan akhirnya menjadi sebuah kerajaan. Pendidikan dan pengajaran Islam maju dan berkembang pesat ke seluruh pulau jawa. Dengan demikian pendidikan dan pengajaran Islam mengurangi pengaruh ajaran agama Hindu sedikit demi sedikit.
Kitab-kitab Islam di zaman Demak yang kini masih dikenal adalah Pimbon, Primbon merupakan Notes berisi segala macam catatan tentang ilmu-ilmu agama, do’a, bahkan juga tentang ilmu obat-obatan, dan sebagainya. Selain itu ada juga kitab-kitab yang dikenal dengan sebutan Suluk Sunan Bonang, Suluk Sunan Kalijaga, Wasita Jati Sunan Geseng, dan lain sebagainya. Kitab-kitab tersebut ditulis dalam bentuk diktat didikan dan ajaran Islam dari para Sunan yang bersangkutan dan ditulis dengan tangan.
Untuk menyempurnakan rencana pendidikan, Wali Songo dari Kerajaan Demak mengambil suatu keputusan untuk mengisi semua cabang kebudayaan nasional, seperti filsafat hidup, kesenian, kesusilaan, adat istiadat, ilmu pengetahuan, dan yang lainnya dengan anasir-anasir pendidikan dan pengajaran Islam agar agama Islam mudah diterima dan mendarah daging dalam kehidupan bermasyarakat. Usaha ini berhasil dengan baik. Keberhasilan ini menunjukkan kecakapan, kebijaksanaan Sunan Kalijaga dan Sunan Giri dalam lapangan pendidikan dan pengajaran Islam. [4]
b.      Kerajaan Islam Pajang
Kerajaan Pajang terletak di daerah Kertasura adalah kerajaan Islam pertama yang berada di daerah pedalaman Pulau Jawa. Sultan atau rajanya yang pertama adalah Jaka Tingkir yang berasal dari pengging di lereng gunung merapi. Jaka Tingkir naik menjadi raja Kerajaan Pajang pada saat terjadi kekacauan di di ibu kota. Konon Jaka Tingkir yang menjadi penguasa Pajang itu dengan mengambil alih kekuasaan, karena anak sulung Sultan Trenggono yang menjadi pewaris takhta kesultanan, susuhunan Prawoto, dibunuh oleh kemenakannya, Aria Panangsang yang waktu itu menjadi penguasa di Jipang (Bojonegoro).[5]
c.       Kerajaan Mataram (1575-1757 M)
Perpindahan kekuasaan dari Demak ke Pajang (1568 M) tidak menyebabkan perubahan yang berarti tentang sistem pendidikan dan pengajaran Islam. Setelah pusat kerajaan Islam berpindah dari Pajang ke Mataram (1586 M) maka tampak beberapa macam perubahan, terutama pada zaman Sultan Agung (1613 M). mempersatukan Jawa Timur dengan Mataram serta daerah-daerah yang lain maka Sultan Agung sejak tahun 1630 mencurahkan tenaganya untuk membangun negara, seperti mempergiat perladangan dan persawahan serta memajukan perdagangan dengan luar negeri.
Pada zaman beliau telah maju dan memuncak kebudayaan, kesenian dan kesusastraan. Atas kebijaksanaan Sultan Agung kebudayaan lama yang berdasarkan Indonesia asli dan Hindu dapat disesuaikan dengan agama dan kebudayaan Islam, seperti:
a.       Gerebeg disesuaikan dengan hari raya Idul Fitri dan Maulid Nabi. Sejak saat itu terkenal dengan gerebeg poso dan gerebeg maulud.
b.      Gamelan sekaten yang hanya dibunyikan pada gerebeg mulud atas kehendak Sultan Agung di pukul di halaman Masjid.
c.       Karena hitungan tahun caka (Hindu) yang dipakai di Indonesia (Jawa) berdasarkan perhitungan matahari berbeda dengan tahun hijriyah yang berdasarkan pada perjalanan bulan, maka pada tahun 1633 M atas perintah Sultan Agung tahun caka yang telah berangka 1555 caka, tidak lagi ditambah dengan hitungan matahari, melainkan dengan hitungan perjalanan bulan sesuai dengan tahun hijriyah. Tahun yang baru dususun tersebut dinamakan tahun jawa dan sampai sekarang tetap digunakan.
Pada zaman pemerintahan Sultan Agung, kehidupan keagamaan mengalami kemajuan pesat, upaya-upaya Sultan Agung menunjukkan agama cukup baik. Hal ini dapat dilihat dari usaha memakmurkan masjid, yaitu denagan cara mendirikan Masjid Gede (Masjid Agung) di setiap kabupaten yang dikepalai oleh seorang Penghulu, pada setiap ibu kota Distrik ada sebuah Masjid Kawedanan, dikepalai Seorang Naib, dan juga di setiap Desa dibangun Masjid Desa yang dikepalai oleh seorang Modin (kayim, kaum, muazzin). Pada suatu desa diadakan beberapa tempat pengajian Quran, dan diajarkan pokok-pokok ajaran Islam dan sebagainya.
Kemudian, setelah Sultan Agung meninggal pada tahun 1646. Pada masa pemerintahan Amangkurat I ini tidak pernah reda dari konflik, dan dalam setiap konflik yang tampil sebagai lawan ialah mereka yang didukung oleh para ulama yang prihatin atas masalah agama. Sehubung dengan itu, tindakan pertama pemerintahannya adalah menumpas dan membunuh para ulama yang dicurigai. Ulama dan santri adalah bahaya bagi takhta. Sekitar 5000-6000 ulama beserta keluarganya dibunuh. Dan pada saat itu Amangkurat I merasa bahwa tidak lagi memerlukan title “Sultan”. Selanjutnya pada tahun 1677 dan 1678 M pemberontakan para ulama muncul kembali dengan tokoh spiritual Raden Kejoran. Pemberontakan seperti itulah yang mengakibatkan runtuhnya Kerajaan Mataram.
d.        Madura
Islam masuk ke daerah Sumenep dan sekitarnya adalah di masa pemerintahan Penembahan Madroko (Raden Pitutat). Ada dua alasan para sejarawan menduga demikian yaitu:
1.      Penembahan Madroko kawin dengan Nyai Ketel, seorang putrid cucu Gunung Giri.
2.      Makamnya di Gunung kalas Nampak bercorak Islam.
Kudho Panufe yang setelah menjadi penguasa daerah Sumenep pada tahun 1415 M bergelar Pangeran Setdjodiningrat III yang masuk Islam karena pengaruh ulama yang disebut Sunan Padusan. Sunan Padusan seorang ulama keturunan Arab yang nama Jawanya adalah Raden Bandara Diwiryopodho. Dinamakan Sunan Padusan karena pada mulanya Ia tinggal di Padusan.
Sesudah itu masuk pula Islam ke Sampang, sedangkan penyiar Islam di daerah Sampang adalah Buyut Syekh salah seorang Sayyid, turunan Sayyidina Husein, cucu Rasulullah SAW. Selain itu juga Buyut Napo, murid dari Buyut Syekh yang telah berilmu cukup, bertingkah laku sebagai seorang alim sehingga dianggap wali oleh penduduk Ladoyo. Di daerah Jrangoan, kecamatan Omben, Kewedenan Kota Sampang kekuasaan diberikan kepada Buyut Syehk turun-temurun.
Pendakwah Islam yang lain adalah Empu Bageno, Pepatih Madura yang belajar ilmu Islam kepada Sunan Kudus. Setelah kembali dari Madura mulai mengajarkan ilmu agama Islam kepada Raja Arosbaya yaitu K. Pragalbo yang telah masuk Islam yang diberi gelar Pangeran Islam Onggung.
Sultan dari kesultanan Sumenep, Madura adalah Sunan Paku Nataningrat (1812-1854).[6]
C.     Sejarah Pendidikan Islam di Jawa
Sejarah pendidikan Islam di Indonesia sebelum Indonesia merdeka masih berdasarkan kedaerahan dan belum berpusat seperti sekarang ini. Oleh karena itu, tiap-tiap daerah melancarkan pendidikan dan pengajaran Islam menurut keadaan daerah masing-masing.
Pendidikan Islam di Jawa berlangsung di Kerajaan Demak, Pajang, dan Mataram beriringan dengan dakwah Islam yang dilakukan oleh para ulama dan para Wali. Yaitu, Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan Giri, Sunan Drajat, Sunan Kudus, Sunan Kalijaga, Sunan Muria, dan Sunan Gunung Jati.
a.       Maulana Malik Ibrahim, seorang ulama dari Persia, dan menyebarkan Islam di daerah Jawa Timur, tepatnya di daerah Gresik. Di Gresiklah Maulana Malik Ibrahim membuka pusat pengajaran Islam yang mempunyai banyak santri.
b.      Sunan Ampel, yang bernama asli Raden Rahmat. Ia memusatkan dakwahnya di daerah Ampel Surabaya.
c.       Sunan Bonang, bernama asli Makhdum Ibrahim menyebarkan ajaran Islam di Jawa Timur, Tuban dan mendirikan pusat pengajaran islam di Tuban.
d.       Sunan Giri (Raden Paku), putra Maulana Ishak, pernah ke pasai untuk memperdalam agama Islam. Bersama putra Sunan Ampel, ia mendirikan pusat pengajaran di Giri.
e.       Sunan Drajat (Syaripudin), adik Sunan Bonang, memusatkan daerah dakwahnya di sedayu, Jawa Timur. Ia dikenal sebagai ulama yang berjiwa social.
f.       Sunan Kudus (Jafar Shidiq), sewaktu muda menjadi panglima perang Kerajaan Demak, dan menyebarkan Islam di daerah Kudus sampai mendirikan sebuah masjid.
g.      Sunan Kalijaga (Raden Prawoto), putra Sunan Kalijaga, dalam dakwahnya lebih mencurahkan pada ajaran tasawuf.
h.      Sunan Gunung Jati (Fatahillah atau Syekh Nurullah), menyebarkan ajaran Islam di daerah Jawa Barat, yaitu daerah Cirebon, dan wafat di Cirebon.

Pada tahun 1475 Raden Fatah mendirikan Pesantren di hutan Glagan Arum di sebelah selatan Jepara. Pesantren ini mendapat kemajuan yang pesat, sehingga Glagah kampong kecil itupun turut maju, hingga berubah menjadi kota Kabupaten. Selanjutnya pada tahun 1476 di Bintara didirikan organisasi Bayangkari Islah (Angkatan Pelopor Kebaikan) yang salah satu tujuannya adalah mendukung usaha pendidikan dan pengajaran Islam dengan cara yang teratur. Inilah organisasi Islam yang pertama dibentuk di Indonesia.
Kebijakan para wali menyiarkan agama dan memasukkan unsur pendidikan dalam segala cabang kebudayaan nasional Indonesia dapat dikatan sangat berhasil dengan baik. Namun sejarah belum menemukan tentang kitab-kitab ilmu agama apa saja yang diajarkan para wali tersebut belum ditemukan. Yang ada hanya sebuah kitab yang kini dikenal dikalangan pesantren dengan nama usul 6 Bis. Yaitu sejilid kitab tulisan tangan berisi 6 kitab dengan 6 Bismillahirrahmanirrahim yang merupakan karangan ulama Samarkandi. Isinya tentang ilmu agama Islam yang permulaan.
Beralih kepada kerajaan Islam Mataram, terdapat ketentuan yang dibuat oleh raja yaitu yang berkaitan dengan pendidikan. Seperti pada suatu desa, dibeberapa tempat diadakan pengajian Al-Qur’an. Di sana diajarkan huruf Hijaiyyah, membaca Al-Qur’an, berjanji, dan dasar-dasar ilmu agama Islam, seperti cara beribadah, rukun iman, dan rukun Islam. Dan cara mengajarkannya pun hanya dengan cara menghafal. [7]




[1] Ramayulis, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 2011) h. 231            
[2] Enung K. Rukiati, Fenti Hikmawati, Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia (Bandung: Pustaka Setia, 2006) h. 41
[3] Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: Kencana Prenadamedia, 2014) h. 240
[4] Ibid. h. 41
[5] Ibid2. h. 241
[6] Ramayulis, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 2012) h. 241
[7] Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: Kencana Prenadamedia, 2014) h. 264

Komentar

Postingan populer dari blog ini

makalah hipotesis penelitian

pendidikan, pengajaran, dan pembelajaran

populasi dan sampel