ILMU PENDIDIKAN ISLAM1




BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Sebagaimana diketahui bahwa salah satu aktivitas manusia yang paling mulia ada di bidang pendidikan. Melalui pendidikan yang tepat dan terencana, maka akan menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Namun tidak sedikit pula dan seringkali kita saksikan di media-media seperti televisi banyak memuat berita tentang kasus-kasus pelecehan seksual terhadap siswa oleh oknum guru ataupun tentang kualitas para pendidik yang kurang berkompetensi di bidangnya. Hal ini tentu sangat menyakitkan telinga dan menyesakkan dada. Terkait dengan sumber daya manusia yang kurang berkualitas ini, jika kita tarik garis lurus dan mencari akar permasalahannya tentu ada sesuatu yang salah baik secara sistem ataupun secara prosedur teknis. Tentu saja semua ini terkait erat dengan ketidakmampuan pengelolaan dunia pendidikan secara serius dan tidak profesional. Berkaitan dengan hal tersebut, maka dalam makalah ini kami akan mencoba menguraikan hal-hal yang berkaitan dengan profesionalisme dalam pendidikan khususnya pendidikan Islam.

B.     Rumusan Masalah
Dalam makalah ini, kami telah menentukan empat rumusan terkait dengan profesionalisme serta hubungannya di bidang pendidikan Islam, yaitu:
1.      Definisi Profesionalisme.
2.      Pandangan Islam terhadap Profesionalisme.
3.      Profesionalisasi Guru dalam Perspektif Pendidikan Islam dan Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).



C.    Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini sebagai salah satu syarat sekaligus kewajiban dalam mengikuti prosedur perkuliahan mata kuliah Ilmu Pendidikan Islam. Selain itu, melalui makalah ini kami berusaha untuk  membahas tentang teori-teori profesionalisme secara umum serta keterkaitannya secara khusus di bidang pendidikan Islam. Selanjutnya kami ingin mendiskusikan makalah ini bersama dengan dosen pengampu yang terhormat dan rekan-rekan mahasiswa seperjuangan dan kami pun berharap terjadinya dialektika yang menarik agar profesionalisme pendidikan Islam dapat terealisasikan di kehidupan nyata.




BAB II
PROFESIONALISME DALAM PENDIDIKAN ISLAM

A.    Definisi Profesionalisme
Profesionalisme ialah paham yang mengajarkan bahwa setiap pekerjaan harus dilakukan oleh orang yang profesional. Orang yang profesional ialah orang yang memiliki profesi. Apakah profesi itu?
Dalam Kamus Bahasa Indonesia disebutkan bahwa pengertian profesi adalah bidan pekerjaan yang dilandasi dengan pendidikan (keahlian, kejujuran dan sebagainya) tertentu.[1]
Menurut Muchtar Luthfi dari Universitas Riau menyatakan bahwa seseorang disebut memiliki profesi bila ia memenuhi kriteria berikut ini: (1) Profesi harus mengandung keahlian. Artinya, suatu profesi itu mesti ditandai oleh suatu keahlian yang khusus untuk profesi itu. Keahlian itu diperoleh dengan cara mempelajarinya secara khusus; profesi bukan diwarisi. (2)  profesi dipilih karena panggilan hidup dan dijalani sepenuh waktu. Profesi dipilih karena dirasakan sebagai kewajiban; sepenuh waktu maksudnya bukan part time. (3) Profesi memiliki teori-teori yang baku secara universal. Artinya, profesi itu dijalani menurut aturan yang jelas, dikenal umum, teorinya terbuka. (4) Profesi adalah untuk masyarakat, bukan untuk diri sendiri. (5) Profesi harus dilengkapi dengan kecakapan diagnostik dan kompetensi aplikatif. (6) Pemegang profesi memiliki otonomi dalam melakukan tugas profesinya. (7) Profesi mempunyai kode etik, disebut kode etik profesi. (8) Profesi harus mempunyai klien yang jelas, yaitu orang yang membutuhkan layanan.[2]
Selanjutnya Finn (1953) menambahkan bahwa suatu profesi memerlukan organisasi profesi yang kuat; gunanya untuk memperkuat dan mempertajam profesi itu.[3] Selanjutnya Finn menyatakan pula bahwa suatu profesi harus mengenali dengan jelas hubungannya dengan profesi lain.[4]

B.     Pandangan Islam tentang Profesionalisme
Bila diperhatikan kriteria profesi di atas, sepertinya ada dua kriteria yang pokok, yaitu (1) merupakan panggilan hidup dan (2) keahlian. Kriteria “panggilan hidup” sebenarnya mengacu kepada pengabdian; sekarang orang lebih senang menyebutnya “dedikasi”. Kriteria “keahlian” mengacu kepada mutu layanan atau mutu dedikasi tersebut.
Jika demikian, “dedikasi” dan “keahlian” itulah ciri utama suatu bidang disebut suatu profesi; maka jelas Islam mementingkan profesi. Pekerjaan (profesi adalah pekerjaan) menurut Islam harus dilakkan karena Allah. “Karena Allah” maksudnya ialah karena diperintahkan Allah. Jadi, profesi dalam Islam harus dijalani  karena merasa bahwa itu adalah perintah Allah. Dalam kenyataannya pekerjaan itu dilakukan untuk orang lain, tetapi niat yang mendasarinya adalah perintah Allah. Dari sini kita mengetahui bahwa bahwa pekerjaan profesi di dalam Islam dilakukan untuk atau sebagai pengabdian kepada dua objek; pertama pengabdian kepada Allah, dan kedua sebagai pengabdian atau dedikasi kepada manusia.
Dalam Islam, setiap pekerjaan harus dilakukan secara profesional, dalam arti harus dilakukan secara benar serta oleh orang yang tepat (ahli) di bidangnya. Itu hanya mungkin dilakukan oleh orang yang ahli atau profesional. Terkait dengan hal tersebut Rasulullah SAW menyampaikan dalam sebuah hadisnya:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سِنَانٍ حَدَّثَنَا فُلَيْحُ بْنُ سُلَيْمَانَ حَدَّثَنَا هِلَالُ بْنُ عَلِيٍّ عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا ضُيِّعَتْ الْأَمَانَةُ فَانْتَظِرْ السَّاعَةَ قَالَ كَيْفَ إِضَاعَتُهَا يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ إِذَا أُسْنِدَ الْأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ فَانْتَظِرْ السَّاعَةَ
Artinya:
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Sinan, telah menceritakan kepada kami Fulaih bin Sulaiman, telah menceritakan kepada kami Hilal bin Ali dari 'Atho' bin yasar dari Abu Hurairah radhiayyahu 'anhu mengatakan; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Jika amanat telah disia-siakan, tunggu saja kehancuran terjadi. Ada seorang sahabat bertanya; 'bagaimana maksud amanat disia-siakan? Nabi menjawab; Jika urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah kehancuran itu. (HR. Bukhari No. 6015).[5]


C.    Profesionalisasi Guru dalam Perspektif Pendidikan Islam dan Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas)
Terkait dengan tema atau diskursus profesionalisasi guru dalam perspektif Pendidikan Islam dan Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) ini, penulis mengetengahkan uraian singkat dari salah seorang pakar pendidikan yang profesional, Endang Soetari Adiwikarta yang berbicara tentang Pendidikan Islam sebagai berikut.[6]
Pembaharuan sistem pendidikan nasional dicirikan dengan dirumuskannya beberapa prinsip, di antaranya bahwa pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif, dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa; serta prinsip bahwa pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran. Sehubungan dengan prinsip tersebut, maka secara umum pendidikan Islam sebagai substansi yang tak terpisahkan dalam sistem pendidikan nasional, dan secara operasional maka upaya peningkatan profesionalitas guru agama Islam merupakan hal yang sangat urgen.
Profesionalitas guru merupakan keharusan yang mendasar dan sentral posisinya dalam sistem pendidikan, baik pendidikan Islam maupun pendidikan nasional, dan sangat mendesak untuk diupayakan agar bisa mengatasi berbagai kendala dari proses pembangunan pendidikan.
Esensi pendidikan Islam adalah proses pengembangan kualitas kehidupan manusia menurut nilai-nilai Islam. Esenesi tersebut merupakan refleksi keseluruhan pembinaan Islam bagi umat dalam proses tafhim, tathbiq, dan tadbir ajaran Islam dalam realitas kehidupan. Upaya demikian diwujudkan melalui kegiatan taklim, tadris, dan ta’dib ilmu agama Islam yang diselenggarakan dalam lingkungan keluarga, lembaga pendidikan, dan di lingkungan masyarakat. Kesemuanya itu sebagai upaya dan cara untuk mengantarkan anak didik menjadi pribadi muslim yang kaaffah.
Pendidikan Islam sebagai sistem meliputi: (1) Tujuan: kristalisasi nilai yang ingin diwujudkan dalam pribadi anak didik, (2) Pendidik: bertanggung jawab terhadap perkembangan potensi anak didik, baik kognitif, afektif, maupun psikomotorik, (3) Peserta didik: anak yang sedang tumbuh dan berkembang, baik fisik maupun psikologis, untuk mencapai tujuan pendidikan melalui lembaga pendidikan, (4) Kurikulum: rencana dan pengaturan isi dan bahan pelajaran dan cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran, (5) Pembelajaran: proses interaksi peserta didik dengan pendidik menggunakan metode yang relevan, (6) Sumber daya: segala yang dipergunakan dalam penyelenggaraan pendidikan meliputi tenaga, dana, dan sarana, (7) Lingkungan faktor dan kondisi lingkungan yang mempengaruhi.
Profesionalisasi guru agama Islam meliputi berbagai upaya agar guru berperan sebagai spiritual father bagi anak didik yang memberikan santapan rohani dengan ilmu dan pembinaan akhlak, berfungsi sebagai pengajar, pendidik, pembimbing dan pemimpin, dan memiliki karakter keguruan yang senantiasa bergairah, menumbuhkan bakat dan sikap, mengatur proses bealajr, memperhatikan perubahan, dan menjalin hubungan manusiawi.
Kompetensi teknis pendidik Islam profesional dicirikan dengan: (1) Penguasaan materi al-Islam yang komprehensif dan wawasan pengayaan. (2) Penguasaan strategi, pendekatan, metode, dan teknik pendidikan Islam. (3) Penguasaan ilmu dan wawasan kependidikan. (4) Memahami prinsip penelitian dan pengembangan pendidikan Islam. (5) Memilii kepekaan terhadap informasi yang mendorong kepentingan tugas pendidikan Islam



 

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dari uraian panjang lebar pembahasan di atas dapatlah kami simpulkan bahwa profesionalisme sangatlah dibutuhkan dalam setiap bidang pekerjaan/keahlian yang digeluti oleh setiap individu. Terlebih lagi di dunia pendidikan Islam, hal tersebut sangat mutlak dibutuhkan demi terciptanya sumber daya manusia yang berkualitas dan berkompetensi sehingga mampu berkontribusi di tengah-tengah kehidupan masyarakat, bangsa, negara dan agama. Terlebih lagi secara normatif dan teoritis, ajaran Islam sangat menjunjung tinggi orang yang ahli (berilmu) lagi profesional di bidangnya sebagaimana dalam salah satu hadis Rasulullah saw disebutkan bahwa sebaik-baik manusia adalah orang yang paling bermanfaat bagi orang lain.

B.     Saran
Sebagaimana pepatah Arab mengatakan “من طلب أخا بلا عيب، بقي بلا أخ” (Barang siapa mencari saudara atau sahabat yang tidak punya cela, maka selama nya dia tidak akan punya sahabat). Maka dengan segala kerendahan hati, kami menyadari bahwa makalah ini penuh dengan kekurangan dan ketidaksempurnaan, oleh karenanya kami sangatlah mengharapkan kritik yang konstruktif demi kesempurnaan makalah ini di masa mendatang.







DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, Komaruddin, dkk, 2009, Mereka Bicara Pendidikan Islam (Sebuah Bunga Rampai). Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Lidwa Pusaka i-software – Kitab 9 Imam Hadits, Kitab Bukhari.

Miarso, Yusuf Hadi, (penerjemah),  1986, Definisi Teknologi Pendidikan, dikerjakan oleh satuan tugas  Definisi Terminologi AECT, Jakarta: Rajawali.

Mimbar Pendidikan, nomor 3, 1989, IKIP Bandung.

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2008, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta: Pusat Bahasa.

Tafsir, Ahmad , 2011, Ilmu Pendidikan, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.




[1] Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta: Pusat Bahasa, 2008, h. 1216.
[2] Mimbar Pendidikan, nomor 3, IKIP Bandung, 1989, h. 44. Lihat juga: Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011, h. 107.
[3] Yusuf Hadi Miarso (penerjemah),  Definisi Teknologi Pendidikan, dikerjakan oleh satuan tugas  Definisi Terminologi AECT, Jakarta: Rajawali, 1986, h. 28. Lihat juga: Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan......, 2011, h. 107-108.
[4] Yusuf Hadi Miarso (penerjemah),  Definisi Teknologi ........., h. 29. Lihat juga: Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan......, 2011, h. 108.
[5] Lihat: Lidwa Pusaka i-software – Kitab 9 Imam Hadits, Kitab Bukhari.
[6] Lihat: Komaruddin Hidayat, dkk, Mereka Bicara Pendidikan Islam (Sebuah Bunga Rampai). Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2009, h, 227-232.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

makalah hipotesis penelitian

pendidikan, pengajaran, dan pembelajaran

populasi dan sampel